FORMULASI KEBIJAKAN

FORMULASI KEBIJAKAN

Aktivitas-aktivitas sekitar formulasi adalah interaksi peranan antar peserta perumusan kebijaksanaan pendidikan baik yang formal maupun yang tidak formal. Warna rumusan kebijaksanaan tersebut sangat bergantung seberapa besar para peserta dapat memainkan peranannya masing-masing dalam memformulasikan ke bijaksanaan. Dengan demikian, rumusan kebijaksanaan adalah karya group, baik group yang menjadi penguasa formal maupun yang menjadi mitra dan rivalnya. Mereka saling mengitervensi, saling melobi bahkan saling mengadakan bargaining.
            Kapan suatu rumusan kebijaksanaan, termasuk kebijaksanaan pendidikan, dianggap selesai? Oleh karena, para perumus kebijaksanaan pendidikn formal mempunyai kedudukan yang sangat kuat, maka suatu rumusan kebijaksanaan pendidikan baru dianggap final setelah disahkan oleh peserta perumusan kebijaksanaan formal. Pengesahan tersebut dapat berupa penerbitan keputusan dan dapat berupa ketetapan. Dapat juga berupa undang-undang, peraturan pemerintah pengganti undang-undang, dan peraturan pemerintah.
            Agar rumusan kebijaksanaan, termasuk kebijaksanaan pendidikan yang baik, haruslah memenuhi criteria berikut: Pertama, rumusan kebijaksanaan, termasuk kebijaksanaan pendidikan tindak mendiktekan keputusan spesifik atau hanya menciptakan lingkungan tertentu. Kedua, rumusan kebijaksanaan, termasuk kebijaksanaan pendidikan, dapat dipergunakan menghadapi masalah atau situasi yang timbul secara berulang. Hal ini berarti bhwa waktu, biaya dan tenaga yang telah banyak dihabiskan, tidak sekedar dipergunakan memecahkan satu masalah atau satu situasi saja.
            Prosedur yang dilakukan untuk merumuskan kebijaksanaan, termasuk kebijaksanaan pendidikan adalah sebagai berikut: Pertama, perumusan masalah kebijaksanaan pendidikan (educational policy problems). Sebagaimana disebutkan diatas, perumusan masalah kebijaksanaan tersebut sangatlah pendting. Karena sebagian besar waktu yang dihabiskan dalam memformulasikan kebijaksanaan pendidikan tersebut berada di perumusn masalah ini.
            Kekeliruan dalam merumuskan msalah, berakibat pada langkah-langkah berikutnya, bahkan menjadi kelirunya formulasi kebijaksanaan. Oleh karena itu, perumusan masalah kebijaksanaan, termasuk kebijaksanaan pendidikan haruslah hati-hati, cermat dan teliti. Data-data, informasi-informasi dan keterangan-keterangan yang didapatkan dan merupakan masukan dari banyak pesert kebijksnaan pendidikan, haruslah dapat diakomodasi serepresentatif mungkin.
            Kedua, penyusunan agenda kebijaksanaan. Dari masalah-masalah yang dirumuskan, kemudin dipilih masalah-masalah dengan prioritas dari yang paling krusial sampai dengan prioritas dari yang paling krusial samapi dengan yang paling tidak krusial, untuk diagendakan. Pengurutan masalah dari yang krusial sampai yang paling tidak krusial tersebut sangat penting karena tidak mungkin semua masalah diagendakan. Dengan demikian, masalah-masalah yang diagendakan tersebut dengan sendirinya haruslah masalah-masalah yang mungkin saja dapat diselesaikan. Ini mengingat bahwa hal-hal yang berkaitan dengan kebijaksanaan tersebut berkonsekuensi logis bagi penyediaan sumber-sumber potensial baik yang bersifat manusiawi maupun non manusiawi (prasarana dan dana).
            Ketiga, membuat proposal kebijksanaan. Yang dimaksud dengan proposal kebijaksanaan adalah serangkaian kegiatan yang arahnya adalah menyusun dan mengembangkan banyak alternative tindakan dalam rangka memecahkan masalah kebijaksanaan. Kegiatan-kegiatan tersebut meliputi; mengenali alternative pemecahan masalah, mendefinisikan dan merumuskan alternative pemecahan masalah, mengevaluasi dapat dilaksanakan atau tidaknya, dan memilih alternative tertepat untuk memecahkan masalah.
            Keempat, pengesahan rumusan kebijaksanaan. Sebagaimana disebutkan di atas, bahwa suatu rumusan kebijaksanaan baru dipandang final setelah disahkan oleh peserta perumusan kebijaksanaan formal. Pengesahan ini penting, karena saat itulah dapat dijadikan sebagai pedoman bagi pelaksana kebijaksanaan. Pengehan atau yang paling sering dikenal dengan legalitas, adalah suatu konstitusionalisasi alternative-alternative pemecahan masalah terpilih yang selama ini diupayakan. Pengesahan ini penting, agar siapapun yang bermaksud diikat oleh rumusan kebijaksanaan tersebut.
A.      Batasan Analisis Kebijakan
1.    Pengertian analisis kebijakan
Analisis kebijakan merupakan proses mengumpulkan data dan informasi mengenai tantangan dan hambatan serta kebutuhan sebuah kebijakan oleh para pembuat kebijakan yang melahirkan alternative-alternative dalam tindakan kebijakan demi pemecahan masalah yang dihadapi. Oleh sebab itu, analisis kebijakan sangatlah penting bagi sebuah kebijakan sebab dengan demikian, maka segala kemungkinan dan tantangan ketika suatu kebijakan diimplementasikan dapat diantisipasi dengan baik.
Analisis kebijakan lebih menekankan pada penelaahan kebijakan yang sudah ada. Sementara itu, pengembangan kebijakan lebih difokuskan pada proses pembuatan proposal perumusan kebijakan yang baru. Namun demikian, baik analisis kebijakan maupun pengembangan kebijakan keduanya memfokuskan pada konsekuensi-konsekuensi kebijakan. Analisis kebijakan mengkaji kebijakan yang telah berjalan, sedangkan pengembangan kebijakan memberikan petunjuk bagi pembuatan atau perumusan kebijakan yang baru.
B.       Perumusan dan Pengesahan Kebijakan
Pembuatan kebijakan publik merupakan fungsi penting dari sebuah pemerintahan. Oleh karena itu, kemampuan dan pemahaman yang memadai dari pembuat kebijakan terhadap proses pembuatan kebijakan menjadi sangat penting bagi terwujudnya kebijakan publik yang cepat, tepat, dan memadai. Kemampuan dan pemahaman terhadap prosedur pembuatan kebijakan tersebut juga harus diimbangi dengan pemahaman dari pembuat kebijakan publik terhadap kewenangan yang dimiliki.
Mengingat peran penting dari kebijakan publik dan dampaknya terhadap masyarakat, maka para ahli juga menawarkan sejumlah teori yang dapat digunakan dalam proses perumusan kebijakan serta kriteria yang dapat digunakan untuk mempengaruhi pemilihan terhadap suatu kebijakan tertentu. Terdapat tiga teori utama yang dapat digunakan dalam proses pembuatan sebuah kebijakan yaitu:
a.  Teori rasional-komprehensif; adalah teori yang intinya mengarahkan agar pembuatan sebuah kebijakan publik dilakukan secara rasional-komprehensif dengan mempelajari permasalahan dan alternatif kebijakan secara memadai.
b. Teori incremental; adalah teori yang intinya tidak melakukan perbandingan terhadap permasalahan dan alternatif serta lebih memberikan deskripsi mengenai cara yang dapat diambil dalam membuat kebijakan.
c.  Teori mixed scanning; adalah teori yang intinya menggabungkan antara teori rasional-komprehensif dengan teori inkremental.
Ada enam kriteria yang harus dipertimbangkan dalam memilih kebijakan, yaitu: (1) nilai-nilai yang dianut baik oleh organisasi, profesi, individu, kebijakan maupun ideologi; (2) afiliasi partai politik; (3) kepentingan konstituen; (4) opini publik; (5) penghormatan terhadap pihak lain; serta (6) aturan kebijakan.
Berangkat dari gambaran kondisi tersebut, tulisan singkat ini berupaya untuk dapat memberikan pemahaman mengenai proses pembuatan kebijakan dan berbagai pertimbangan yang meliputinya, khususnya yang terkait dengan tahapan perumusan kebijakan (policy formulation). Terdapat sejumlah hal yang akan menjadi fokus pembahasan dari tulisan ini yaitu makna kebijakan dan perumusan kebijakan, perumusan kebijakan dalam siklus kebijakan, lingkungan kebijakan, serta prosedur perumusan kebijakan. Di dalam tahap perumusan kebijakan, permasalahan kebijakan, usulan proposal, dan tuntutan masyarakat ditransformasikan kedalam sejumlah program pemerintah.
Perumusan kebijakan dan juga adopsi kebijakan akan meliputi definisi sasaran, yaitu apa yang akan dicapai melalui kebijakan serta pertimbangan-pertimbangan terhadap sejumlah alternatif yang berbeda. Perumusan kebijakan dalam prakteknya akan melibatkan berbagai aktor, baik yang berasal dari aktor negara maupun aktor non-negara atau yang disebut sebagai pembuat kebijakan resmi (official policy-makers) dan peserta non-pemerintahan (non-governmental participants).
Pembuat kebijakan resmi adalah mereka yang memiliki kewenangan legal untuk terlibat dalam perumusan kebijakan publik. Mereka terdiri atas legislatif, eksekutif, badan administratif, serta pengadilan. Legislatif merujuk kepada anggota kongres/dewan yang seringkali dibantu oleh para staffnya. Eksekutif merujuk kepada Presiden dan jajaran kabinetnya. Administratif menurut merujuk kepada lembaga-lembaga pelaksana kebijakan. Di lain pihak, pengadilan juga merupakan aktor yang memainkan peran besar dalam perumusan kebijakan melalui kewenangan mereka untuk me-review kebijakan serta penafsiran mereka terhadap undang-undang dasar. Dengan kewenangan ini, keputusan pengadilan bisa mempengaruhi isi dan bentuk dari sebuah kebijakan public.
Selain pembuat kebijakan resmi, terdapat pula peserta lain yang terlibat dalam proses kebijakan yang meliputi di antaranya kelompok kepentingan; partai politik; organisasi penelitian; media komunikasi; serta individu masyarakat. Mereka ini disebut sebagai peserta non-pemerintahan (nongovernmental participants) karena penting atau dominannya peran mereka dalam sejumlah situasi kebijakan, tetapi mereka tidak memiliki kewenangan legal untuk membuat kebijakan yang mengikat. Peranan mereka biasanya adalah dalam menyediakan informasi; memberikan tekanan; serta mencoba untuk mempengaruhi. Mereka juga dapat menawarkan proposal kebijakan yang telah mereka siapkan.
Terkait keterlibatan peserta dalam pembuatan kebijakan ini, khususya dalam tahapan perumusan kebijakan, maka tahap perumusan kebijakan diharapkan melibatkan peserta yang lebih sedikit dibandingkan dalam tahapan penetapan agenda. Dalam tahapan ini yang lebih banyak diharapkan adalah kerja dalam merumusakan alternatif kebijakan yang mengambil tempat diluar mata/ perhatian publik. Dalam sejumlah teks standar kebijakan, tahap perumusan disebut sebagai sebuah fungsi ruang belakang. Detail dari kebijakan biasanya dirumuskan oleh staff dari birokrasi pemerintah, komite legislatif, serta komisi khusus. Proses perumusan ini biasanya dilakukan di ruang kerja dari para aktor perumus tersebut.
Tahapan perumusan kebijakan merupakan tahap kritis dari sebuah proses kebijakan. Hal ini terkait dengan proses pemilihan alternatif kebijakan oleh pembuat kebijakan yang biasanya mempertimbangkan pengaruh langsung yang dapat dihasilkan dari pilihan alternatif utama tersebut. Proses ini biasanya akan mengekspresikan dan mengalokasikan kekuatan dan tarik-menarik di antara berbagai kepentingan sosial, politik, dan ekonomi. Tahap perumusan kebijakan melibatkan aktivitas identifikasi dan atau merajut seperangkat alternatif kebijakan untuk mengatasi sebuah permasalahan serta mempersempit seperangkat solusi tersebut sebagai persiapan dalam penentuan kebijakan akhir.
Perumusan kebijakan mencoba menjawab sejumlah pertanyaan, yaitu: apa rencana untuk menyelesaikan masalah? Apa yang menjadi tujuan dan prioritas? Pilihan apa yang tersedia untuk mencapai tujuan tersebut? Apa saja keuntungan dan kerugian dari setiap pilihan? Eksternalitas apa, baik positif maupun negatif yang terkait dengan setiap alternatif?
Perumusan seperangkat alternatif akan melibatkan proses identifikasi terhadap berbagai pendekatan untuk menyelesaikan masalah; serta kemudian mengidentifikasi dan mendesain seperangkat perangkat kebijakan spesifik yang dapat mewakili setiap pendekatan. Tahap perumusan juga melibatkan proses penyusunan draft peraturan untuk setiap alternatif yang isinya mendeskripsikan mengenai sanksi, hibah, larangan, hak, serta mengartikulasikan kepada siapa atau kepada apa ketentuan tersebut akan berlaku dan memiliki dampak, dan lain-lain. Perumusan kebijakan dan juga adopsi kebijakan akan meliputi definisi sasaran, yaitu apa yang akan dicapai melalui kebijakan serta pertimbangan-pertimbangan terhadap sejumlah alternatif yang berbeda.
Perumusan kebijakan melibatkan proses pengembangan usulan akan tindakan yang terkait dan dapat diterima (biasa disebut dengan alternatif, proposal, atau pilihan) untuk menangani permasalahan publik. Perumusan kebijakan menurut Anderson tidak selamanya akan berakhir dengan dikeluarkannya sebagai sebuah produk peraturan perundang-undangan. Namun, pada umumnya sebuah proposal kebijakan biasanya ditujukan untuk membawa perubahan mendasar terhadap kebijakan yang ada saat ini. Terkait permasalahan itu, terdapat sejumlah kriteria yang membantu dalam menentukan pemilihan terhadap alternatif kebijakan untuk dijadikan sebuah kebijakan, misalnya: kelayakannya, penerimaan secara politis, biaya, manfaat, dan lain sebagainya.
Ada dua faktor utama yang menentukan alternatif kebijakan akan diadopsi menjadi kebijakan, yaitu:
a.       Penghilangan alternatif kebijakan akan ditentukan oleh sejumlah parameter susbtansial dasar, misalnya kelangkaan sumberdaya untuk dapat melaksanakan alternatif kebijakan. Sumberdaya ini dapat berupa sumberdaya ekonomi maupun dukungan politik yang didapat dalam proses pembuatan kebijakan.
b.      Alokasi kompetensi yang dimiliki oleh berbagai aktor juga memainkan peranan penting dalam penentuan kebijakan.
Selain itu, akademis juga memiliki peran penting sebagai penasehat kebijakan atau pemikir (think tanks). Pengetahun dari para penasehat ini seringkali berpengaruh dalam proses perumusan kebijakan.
Perumus kebijakan perlu mempertimbangkan sejumlah hal yang dapat meningkatkan peluang berhasilnya proposal kebijakan yang dirumuskannya. 


SIMPULAN

            Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa, prosedur yang dilakukan untuk merumuskan kebijaksanaan, termasuk kebijaksanaan pendidikan adalah sebagai berikut: Pertama, perumusan masalah kebijaksanaan pendidikan (educational policy problems). Kedua, penyusunan agenda kebijaksanaan. Ketiga, membuat proposal kebijksanaan. Keempat, pengesahan rumusan kebijaksanaan.
Analisis kebijakan lebih menekankan pada penelaahan kebijakan yang sudah ada. Sementara itu, pengembangan kebijakan lebih difokuskan pada proses pembuatan proposal perumusan kebijakan yang baru. Namun demikian, baik analisis kebijakan maupun pengembangan kebijakan keduanya memfokuskan pada konsekuensi-konsekuensi kebijakan. Analisis kebijakan mengkaji kebijakan yang telah berjalan, sedangkan pengembangan kebijakan memberikan petunjuk bagi pembuatan atau perumusan kebijakan yang baru.
Terdapat tiga teori utama yang dapat digunakan dalam proses pembuatan sebuah kebijakan yaitu: Teori rasional-komprehensif; Teori incremental; Teori mixed scanning;
Ada enam kriteria yang harus dipertimbangkan dalam memilih kebijakan, yaitu: (1) nilai-nilai yang dianut baik oleh organisasi, profesi, individu, kebijakan maupun ideologi; (2) afiliasi partai politik; (3) kepentingan konstituen; (4) opini publik; (5) penghormatan terhadap pihak lain; serta (6) aturan kebijakan.

Comments

Popular posts from this blog

PROSES INOVASI PENDIDIKAN

B. RUANG LINGKUP MANAJEMEN PESERTA DIDIK (Lanjutan)

HAKIKAT KOMUNIKASI