B. RUANG LINGKUP MANAJEMEN PESERTA DIDIK (Lanjutan)
RUANG LINGKUP MANAJEMEN PESERTA DIDIK
Written By Yani Hamidah
A.
Ruang Lingkup Manajemen Peserta
Didik
Daryanto dan Farid mengemukakan bahwa terdapat 4 bagian penting
dalam manajemen peserta didik jika dilihat dari proses memasuki sekolah sampai
siswa lulus dari sekolah, yaitu: 1) Perencanaan terhadap peserta didik, 2)
Pembinaan peserta didik, 3) Evaluasi peserta didik, 4) Mutasi peserta didik.
1.
Perencanaan Terhadap Peserta Didik
Perencanaan terhadap peserta didik menyangkut perencanaan
penerimaan siswa baru, kelulusan, jumlah putus sekolah dan kepindahan
(Badrudin, 2013: 31). Khusus mengenai perencanaan peserta didik akan
berhubungan langsung dengan kegiatan
penerimaan dan proses pencatatan atau dokumentasi data pribadi siswa, yang
kemudian tidak dapat dilepaskan kaitannya dengan pencatatan atau dokumentasi
data hasil belajar dan aspek-aspek lain yang diperlukan dalam kegiatan
kurikuler dan ko-kurikuler ( Daryanto dan farid, 2013: 54).
Perencanaan
siswa dimaksudkan untuk mengetahui daya tampung sekolah dengan memperhitungkan
jumlah siswa yang keluar atau lulus dan yang tertinggal kelas atau mengulang.
Berdasarkan fakta inilah jumlah peserta baru dapat ditentukan, (Ula, 2013: 54).
Perencanaan terhadap peserta didik, yaitu meliputi kegiatan:
a.
Analisis kebutuhan peserta didik yaitu penetapan siswa yang
dibutuhkan oleh lembaga pendidikan yang meliputi :
1)
Merencanakan jumlah peserta didik yang akan diterima dengan
pertimbangan daya tamping atau jumlah kelas yang tersedia, serta pertimbangan
rasio murid dan guru. Secara ideal rasio murid dan guru adalah 1:3.
2)
Menyusun program kegiatan kesiswaan yaitu visi dan misi sekolah,
minat dan bakat siswa, sarana dan prasarana yang ada, anggaran yang tersedia
dan tenaga kependidikan yang tersedia.
b.
Rekruitmen peserta didik di sebuah lembaga pendidikan pada
hakikatnya merupakan proses pencarian, menentukan dan menarik peminat
yang nantinya akan menjadi peserta didik di lembaga sekolah yang
bersangkutan, ( Daryanto dan Farid, 2013: 55).
Langkah-langkah dalam
kegiatan ini adalah:
1)
Pembentukan panitia penerimaan peserta didik baru, penyusunan
panitia ini dilakukan secara musyawarah yang meliputi dari semua unsur guru,
tenaga TU dan dewan sekolah atau komite sekolah.
2)
Pembuatan dan pemasangan pengumuman penerimaan peserta didik baru yang dilakukan secara
terbuka. Informasi yang harus ada dalam pengumuman tersebut adalah gambaran
singkat lembaga, pesyaratan pendaftaran siswa baru (syarat umum dan syarat
khusus), cara pendaftaran, waktu pendaftaran, tempat pendaftaran, biaya
pendaftaran, waktu dan tempat seleksi dan pengumuman hasil seleksi.
c.
Seleksi peserta didik merupaka kegiatan pemilihan calon peserta
didik untuk menentukan diterima atau tidaknya calon peserta didik di lembaga
pendidikan yang bersangkutan berdasarkan ketentuan yang berlaku. Ada dua macam sistem penerimaan peserta
didik baru. Pertama, dengan menggunakan sistem promosi, sedangkan yang kedua
dengan menggunakan sistemseleksi. Yang dimaksud dengan sistempromosi adalah
penerimaan peserta didik, yang sebelumnya tanpa menggunakan seleksi. Mereka
yang mendaftar sebagai peserta didik di suatu sekolah, diterima semua begitu
saja. Sehingga mereka yang mendaftar menjadi peserta didik, tidak ada yang
ditolak. Sistem promosi demikian, secara umum berlaku pada sekolah-sekolah yang
pendaftarannya kurang dari jatah atau daya tamping yang ditentukan.
Kedua, adalah sistem seleksi. Sistem
seleksi ini dapat digolongkan menjadi tiga macam. Pertama, seleksi berdasarkan
daftar nilai Ujian Akhir Nasional (UAN), yang kedua berdasarkan penulusuran
minat dan kemampuan (PMDK), sedangkan yang ketiga adalah seleksi berdasarkan
hasil tes masuk. Sementara menurut Shoimatul Ula (2013: 31) dalam penerimaan
siswa baru, dapat digunakan beberapa sistem, antara lain dengan tes atau ujian
masuk, penelusuran minat dan kemampuan, hasil dan nilai Ujian Nasional, serta
pindah sekolah.
Sekolah menentukan terlebih
dahulu kriteria penerimaan peserta didik, diantaranya:
1)
Kriteria acuan patokan (standard
criterian referenced) yaitu status penerimaan peserta didik yang didasarkan
atas patokan-patokan yang telah ditentukan sebelumnya. Dalam hal ini, sekolah
terlebih dahulu membuat patokan bagi peserta didik dengan kemampuan minimal
setingkat mana yang dapat diterima di sekolah tersebut. Sebagai konsekuensi
dari penerimaan yang didasarkan atas criteria acuan patokan demikian, jika
semua calon peserta didik yang mengikuti seleksi memenuhi patokan minimal yang
ditentukan, maka mereka harus diterima semua, sebaliknya jika calon peserta
didik yang mendaftar kurang dari patokan minimal yang telah ditentukan,
haruslah ditolak atau tidak diterima.
2)
Kriteria acuan norma (norma criterian referenced) yaitu status penerimaan
calon peserta didik yang didasarkan atas keseluruhan prestasi peserta didik
yang mengikuti seleksi. Dalam hal ini sekolah menetapkan kriteria penerimaan
berdasarkan prestasi keseluruhan peserta didik. Keseluruhan prestasi peserta
didik dijumlah, kemudian dicari reratanya. Calon peserta didik yang nilainya
berada dan diatas rata-rata, digolongkan sebagai calon yang dapat diterima
sebagai calon peserta didik. Sementara yang berada di bawah rata-rata termasuk
peserta didik yang tidak diterima.
3)
Kriteria yang didasarkan atas daya tampung sekolah, sekolah
terlebih dahulu menentukan berapa jumlah daya tampungnya, atau berapa calon
peserta didik baru yang akan diterima. Setelah sekolah menentukan, kemudian
merengking prestasi siswa mulai dari yang berprestasi paling tinggi sampai
dengan prestasi paling rendah. Penentuan peserta didik yang dierima dilakukan
dengan cara mengurut dari atas ke bawah, sampai daya tampung tersebut
terpenuhi, ( Prihatin, 2011: 54).
Adapun
cara- cara seleksi yang dapat digunakan adalah:
1)
Melalui tes atau ujian, yaitu tes psikotes, tes jasmani, tes
kesehatan, tes akademik atau tes keterampilan.
Sistem seleksi dengan tes masuk adalah,
bahwa mereka yang mendaftar di suatu sekolah terlebih dahulu diwajibkan
menyelesaikan serangkaian tugas yang berupa soal-soal tes. Jika yang
bersangkutan dapat menyelesaikan suatu tugas berdasarkan criteria tertentu yang
telah ditentukan, maka ia akan diterima. Sebaliknya jika mereka tidak dapat
menyelesaikan tugas berdasarkan kriteria tertentu yang telah ditentukan, yang
bersngkutan tidak diterima sebagai peserta didik (Ali Imron,2011:45).
Sistem seleksi ini lazimnya dilakukan
melalui dua tahap, ialah seleksi administratif dan baru kemudian seleksi
akademik. Seleksi adaministratif adalah seleksi atas kelengkapan-kelengkapan
administratif calon, apakah kelengkapan-kelengkapan administratif yang
dipersyaratkan bagi calon telah dipenuhi ataukah tidak. Jika calon tidak dapat
memenuhi persyaratan-persyaratan administrstif yang telah ditentukan, maka
mereka tidak dapat mengikuti seleksi akademik.
Sekolah juga masih dapat memberikan
kebijaksanaan kepada masing-masing calon, misalnya saja penunda pemenuhan
persyaratan administratif dengan batas waktu yang telah ditentukan. Sebab,
dengan cara demikian, sekolah memang akan lebih dapat merekrut calon-calon yang
lebih potensial. Jangan sampai calon yang potensial gagal mengikuti seleksi,
hanya karena tertundanya persyaratan administratif. Sebab, ada kalanya
persyaratan administratif demikian melibatkan instansi lain dalam hal
pemenuhannya. Adapun seleksi akademik, adalah suatu aktivitas yang bermaksud
mengetahui kemampuan akademik calon. Apakah calon yang akan diterima di suatu
sekolah tersebut dapat memenuhi kemampuan persyaratan yang ditentukan ataukah
tidak. Jika kemampuan prasyarat yang didinginkan oleh sekolah tidak dapat
dipenuhi, maka yang bersangkutan tidak diterima sebagai calon peserta didik.
Sebaliknya, jika calon dapat memenuhi kemampuan prasyarat yang ditentukan, maka
yang bersangkutan tidak diterima sebagai calon peserta didik di sekolah
tersebut.
Seleksi peserta didik baru, sebagaimana
dikemukakan di atas,selain dengan menggunakan nilai raport (jika menggunakan
sistem PMDK) dan nilai ebtabas murni (jika menggunakan sistem DANEM), juga
menggunakan tes. Jika yang digunakan sebagai alat seleksi adalah tes, maka
beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah mengatru pengawas tes dan peserta
tes (Ali Imron, 2011:60). Pengawas tes perlu diatur, agar merek dapat
mengerjakan tugasnya sesuai dengan yang ditentukan. Para pengawas ini, sehari
sebelum melaksanakan tugasnya, perlu diberi pengarahan terlebih dahulu mengenai
apa yang boleh mereka lakukan dan apa tidak pada saat pelayanan tes. Mereka
juga diberi tahu, kapan atau jam berapa harus datang pada hari pelaksanaan tes.
Untuk itu, perlu ditetapkan tata tertib pengawas dalam pelaksanaan tes.
Adapun tata tertib pengawas ini meliputi
sebagai berikut.
a.
Datang satu setengah jam sebelum
pelaksanaan tes dimulai. Misalnya, bila pelaksanaan tes dimulai jam 08.00 waktu
setempat, pengawas tes harus sudah berada di secretariat lokasi pada jam 06.30
waktu setempat.
b.
Menandatangani daftar hadir pengawas secretariat lokasi
tes.
c.
Menerima naskah soal-soal tes dan lembar jawabannya,
daftar presensi peserta, album foto peserta, dan berita acara pelaksanaan tes.
Pada saat menerima tersebut pengawas tes menandatangani serah terima soal di
hadapan seksi pengawas.
d.
Memekai tanda pengawas yang disediakan oleh panitia di
saku baju kiri.
e.
Mempersilakan calon peserta didik masuk ruangan dengan antre
satu per satu sambil menunjukkan tanda peserta tes. Pada saat calon peserta
didik menunjukkan kartu, pengawas mencocokkan foto calon dengan wajahnya.
f.
Pengawas memberi tahu kepada peserta tes, bahwa yang boleh
dibawa keruang tes hanyalah alat-alat tulis. Sementara buku-buku, kalkulator,
tas, alat-alat seperti logaritma harrus dikeluarkan dari ruang tes.
g.
Memeriksa apakah calon peserta didik telah menempati
tempat sesuai dengan nomor yang tertempel pada kursi peserta.
h.
Membacakan tata tertib peserta tes secara jelas dna pelan,
sehingga semua peserta dapat menangkap tata tertib yang dibacakan dengan baik.
i.
Membagika buku soal-soal tes kepada peserta dengan posisi
tertelungkup dan terbalik. Sambil membagikan pengawas menginformasikan, bahwa
buku soal tes tidak boleh dijamah sebelum ada perintah dari pengawas.
j.
Setelah waktu menunjukkan bahwa pengerjaan tes harus
dimulai, pengawa memberikan aba-aba bahwa pengerjaan tes dapat dimulai.
k.
Ketika peserta sedang mengerjakan soal-soal tes, pengawas
mengedarkan daftar presensi. Sambil mengedarkan presensi, pengawas memeriksa
apakah nama, foto dan tanda tangan peserta sama persis antara yang berada di
album peserta, kartu peserta, daftar presensi dan lembar jawaban. Pengawas juga
mengawas apakah pas foto sama dengan wajah peserta.
l.
Pengawas membuat berita acara, tentang jumlah peserta tes
yang hadir dan tidak hadir serta jalannya pelaksanaan tes.
m.
Ketika waktu penyelesaian pengerjaan soal-soal tes kurang
10 menit, pengawas mengingatkan kepada peserta bahwa waktu pengerjaan tes
kurang 10 menit. Pengawas juga mengingatkan kepada peserta, agar mengecek
kembali apakah identitas pada lembar jawaban telah diisi lengkap atau
belum.
2)
Melalui penelusuran bakat kemampuan, biasanya berdasarkan pada
prestasi yang diraih oleh calon peserta didik dalam bidang olahraga atau
kesenian.
3)
Berdasarkan nilai STTB atau nilai UAN, (Daryanto dan Farid, 2013:
55).
d. Orientasi
peserta didik baru upaya yang dilakukan sekolah untuk mengenalkan lingkungan
sekolah dimana peserta didik akan menimba ilmu,
Adapun lingkungan sekolah yang
diperkenalkan secara rinci tersebut adalah peraturan dan tata tertib sekolah,
guru dan personalia sekolah, perpustakaan sekolah, laboratorium sekolah,
bengkel sekolah, bimbingan dan konseling sekolah, layana kesehatan sekolah,
layanan asmara sekolah, orientasi program studi, cara belajar yang efektif dan
efisien di sekolah dan organisasi peserta didik ( Ali Imron, 2011:77).
Kegiatan ini fokus pada pengenalan lingkungan belajar sehingga para
peserta didik mengenal lingkungn dan budaya sekolahnya yang baru sehingga bisa
menyesuaikannya. Tujuan dengan orientasi tersebut adalah agar siswa mengerti
dan mentaati peraturan yang berlaku di sekolah, peserta didik dapat aktif dalam
kegiatan yang diselenggarakan sekolah, dan siap menghadapi lingkungan baru
secara fisik, mental dan emosional, ( Daryanto dan Farid, 2013: 55).
e.
Penempatan peserta didik (pembagian kelas) yaitu kegiatan
pengelompokkan peserta didik yang dilakukan dengan sistem kelas, pengelompokkan
peserta didik bisa dilakukan berdasarkan kesamaan yang ada pada peserta didik
yaitu jenis kelamin dan umur. Selain
itu juga pengelompokkan berdasarkan perbedaan yang ada pada individu peserta
didik seperti minat, bakat dan kemampuan, ( Prihatin, 2011: 69).
f.
Pencatatan dan Pelaporan peserta didik dimulai sejak peserta didik
diterima disekolah sampai dengan tamat atau meninggalkan sekolah. Tujuan
pencatatan tentang kondisi peserta didik dilakukan agar lembaga mampu melakukan
bimbingan yang optimal pada peserta didik. Sedangkan pelaporan dilakukan
sebagai bentuk tanggung jawab lembaga dalam perkembangan peserta didik di
sebuah lembaga, ( Daryanto dan farid, 2013: 56).
Adapun pencatatan yang diperlukan untuk mendukung data mengenai
siswa adalah:
1)
Buku induk siswa, berisi catatan tentang peserta didik yang masuk
di sekolah tersebut, pencatatan disertai dengan nomor induk siswa atau nomor
pokok.
2)
Buku klapper, pencatatannya diambil dari buku induk dan
penulisannya diurutkan berdasarkan abjad.
3)
Daftar presensi, digunakan untuk memeriksa kehadiran peserta didik
pada kegiatan sekolah.
4)
Daftar catatan pribadi peserta didik berisi data setiap peserta
didik beserta riwayat keluarga, pendidikan dan data psikologis, ( Badrudin,
2013: 40).
2.
Pembinaan Peserta Didik
Pembinaan peserta didik dilakukan supaya peserta didik mendapatkan
bermacam-macam pengalaman belajar untuk bekal kehidupannya dimasa yang akan
datang, ( Daryanto dan Farid, 2013:
57).
Pembinaan tersebut meliputi layanan-layanan khusus yang menunjang
manajemen peserta didik diantaranya:
1)
Layanan Bimbingan dan Konseling
Layanan BK merupakan proses pemberian bantuan terhadap siswa agar
perkembangannya optimal sehingga anak didik bisa mengarahkan dirinya dalam
bertindak dan bersikap sesuai dengan
tuntutan dan situasi lingkungan sekolah, keluarga dan masyarakat.
Bimbingan dan konseling membantu guru dalam menyesuaikan program
pengajaran yang disesuaikan dengan bakat minat siswa, serta membantu siswa
dalam menyesuaikan diri dengan bakat dan minat siswa untuk mencapai
perkembangan yang optimal, ( Badrudin, 2013: 61).
2)
Layanan Perpustakaan
Perpustakaan sekolah merupakan perangkat kelengkapan pendidikan
dalam mencapai tujuan pendidikan di sekolah. Keberadaan perpustakaan di sekolah
sangatlah penting. Perpustakaan sekolah sering disebut sebagai jantungnya
sekolah, perpustakaan juga dipandang sebagai kunci bagi ilmu pengetahuan dan
inti setiap proses pembelajaran di sekolah. Bagi siswa perpustakaan bisa
menjadi penyedia bahan pustaka yang memeprkaya dan memeperluas cakrawala
pengetahuan, meningkatkan keterampilan, membantu siswa dalam mengadakan
penelitian, memperdalam pengetahuannya berkaitan dengan subjek yang diamati, serta
meningkatkan minat baca siswa dengan adanya bimbingan membaca, dan sebagainya,
( Daryanto dan Farid, 2013: 57).
3)
Layanan Kantin
Layanan kantin sangat diperlukan ditiap sekolah, yaitu agar
terpenuhinya kebutuhan anak terhadap makanan yang bersih, bergizi dan higienis
bagi anak sehingga kesehatan anak terjamin selama di sekolah. Guru bisa
mengkontrol dan berkonsultasi dengan pengelola kantin dalam menyediakan makanan
yang sehat dan bergizi. Peranan lain dengan adanya kantin didalam sekolah
supaya anak didik tidak berkeliaran mencari makanan dan tidak harus keluar dari
lingkungan sekolah, ( Badrudin, 2013: 62).
4)
Layanan Kesehatan
Untuk pemeliharaan kesehatan di sekolah biasanya terdapat layanan
kesehatan yang dibentuk dalam sebuah wadah yang bernama Usaha Kesehatan Sekolah
(UKS). Sasaran utama UKS untuk meningkatkan atau membina kesehatan siswa dan
lingkungan hidupnya. Program UKS sebagai berikut (1) mencapai lingkungan hidup
yang sehat; (2) pendidikan kesehatan; (3) pemeliharaan kesehatan di sekolah, (
Daryanto dan Farid, 2013: 58).
2)
Layanan Transportasi
Sarana transportasi bagi peserta didik sebagai penunjang untuk
kelancaran proses belajar mengajar, biasanya layanan transport diperlukan bagi
peserta didik ditingkat persekolahan dan pendidikan dasar. Penyelenggaraan
transportasi sebaiknya dilaksanakan oleh sekolah yang bersangkutan atau pihak
swasta, ( Badrudin, 2013: 62).
3)
Layanan asrama
Bagi siswa layanan asrama sangat berguna untuk mereka yang jauh
dari keluarga sehingga membutuhkan tempat tinggal yang nyaman untuk mereka
beristirahat. Biasanya yang mengadakan layanan asrama di tingkat sekolah
menengah dan perguruan tinggi, ( Daryanto dan farid, 2013: 57).
3.
Evaluasi Kegiatan Peserta Didik
Evaluasi hasil belajar peserta didik merupakan kegiatan menilai
proses dan hasil belajar siswa baik yang berupa kegiatan kurikuler,
ko-kurikuler, maupun ekstrakurikuler (Daryanto dan Parid, 2013: 58).
Evaluasi hasil belajar peserta didik perlu dilakukan dan diketahui
untuk melihat sejauh mana perkembangan peserta didik dalam kurun waktu tertentu
atau dari waktu ke waktu. Manfaat dari evaluasi ini adalah selain bagi peserta
didik itu sendiri untuk mengetahui seberapa besar perkembangan kognitif,
afektif dan psikomotor selama mengikuti pendidikan (Prihatin, 2011: 107).
Bagi lembaga pendidikan evaluasi peserta didik merupakan data yang
menunjukkan sejauh mana kinerja yang dilakukan oleh lembaga pendidikan dalam
menyelenggarakan proses pembelajaran, dan bagi guru evaluasi bisa menjadi uji
kinerja sejauh mana profesionalisme guru dalam melakukan pekerjaannya saebagai
transfomasi pendidikan kepada murid, uji terhadap strategi pembelajaran yang
diberikan, apakah sudah tepat atau tidak. Dan bagi semuanya, evaluasi merupakan
penilaian dalam melihat keoptimalan perkembangan anak, pada akhirnya evaluasi
akan meningkatkan performance serta citra bagi sekolah tersebut.
Intinya evaluasi adalah penilaian kinerja lembaga pendidian
terhadap proses pembelajaran yang diselenggarakan, dan bagi peserta didik itu
sendiri dapat dijadikan penilaian terhadap kemampuan diri dalam mengikuti
proses pembelajaran dan perbandingannya dengan peserta didik yang lain. Hal itu
bisa memacu peserta didik untuk melakukan usaha lebih keras lagi dalam
mengikuti pembelajaran.
1.
Tujuan evaluasi peserta didik
Pasaribu dan Simanjuntak (dalam Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan
Zain,2002; 58) yang dikutip oleh Daryanto dan farid menyatakan bahwa:
1)
Tujuan umum dari evaluasi peserta didik adalah:
a.
Mengumpulkan data-data yang membuktikan taraf kemajuan peserta
didik dalam mencapai tujuan yang diharapkan.
b.
Memungkinkan pendidik atau guru menilai aktifitas atau pengalaman
yang didapat.
c.
Menilai metode mengajar yang digunakan, ( Daryanto dan Farid, 2013: 58).
2)
Tujuan khusus dari evaluasi peserta didik adalah:
a.
Merangsang kegiatan peserta didik.
b.
Menemukan sebab-sebab kemajuan atau kegagalan belajar peserta
didik.
c.
Memberikan bimbingan yang sesuai dengan kebutuhan, perkembangan dan
bakat siswa yang bersangkutan.
d.
Untuk memperbaiki mutu pembelajran atau cara belajar dan metode
mengajar, ( Badrudin, 2013: 63).
2.
Fungsi evaluasi peserta didik
Berdasarkan tujuan penilaian hasil belajar tersebut, ada beberapa
fungsi penilaian ( Daryanto dan Parid, 2013: 59), antara lain:
1)
Fungsi selektif
Dengan mengadakan evaluasi, guru mempunyai cara untuk mengadakan
seleksi atau penilaian terhadap peserta didiknya. Evaluasi dalam hal ini
bertujuan untuk:
a.
Memilih peserta didik yang dapat diterima di sekolah tertentu.
b.
Memilih peserta didik yang dapat naik kelas atau tingkat
berikutnya.
c.
Memilih siswa yang seharusnya menadapat beasiswa.
d.
Memilih siswa yang sudah berhak meningglakan sekolah.
2)
Fungsi diagnostic
Apabila alat yang digunakan dalam evaluasi cukup memenuhi
pesyaratan, dengan melihat hasilnya guru akan dapat mengetahui kelemahan
peserta didik, sehingga lebih mudah untuk mencari cara mengatasinya.
3)
Fungsi penempatan
Pendekatan yang lebih bersifat melayani perbedaan kemampuan peesrta
didik adalah pengajaran secara kelompok. Untuk dapat menentukan dengan pasti
dikelompok mana seseorang peserta didik harus ditempatkan.
4)
Fungsi pengukur keberhasilan program
Evaluasi ini dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana suatu program
berhasil diterapkan. Secara garis besar ada dua macam alat evaluasi, yitu tes
dan non test. Dalam penggunaan alat evaluasi yang berupa tes, hendaknya guru
membiasakan diri tidak hanya menggunakan tes objektif saja tetapi juga
diimbangi dengan tes uraian. Tes adalah penilaian yang komprehensif terhadap
seorang individu atau keseluruhan usaha evaluasi program, ( Daryanto dan Farid,
2013: 59).
3.
Teknik-teknik evaluasi peserta didik
Teknik evaluasi merupakan suatu cara yang ditempuh seseorang dalam
mengadakan evaluasi. Secara garis besar teknik evaluasi dapat dilakukan dengan
melakukan tes atau non-test (Prihatin, 2011: 110).
a.
Tes merupakan uji kemampuan berupa tugas yang harus dikerjakan oleh
peserta didik, prosedur pengerjaanya harus sesuai denga kehendak yang memberi
tugas. Test ini bisa diselenggarakan oleh seorang guru,kelompok tertentu,
lembaga penelitian, lembaga pendidikan tingkat mikro (sekolah), lembaga pada
tingkat messo (dinas kabupaten), ataupun lembaga yang bersifat makro (dinas
pusat).
Test yang dilakukan oleh guru disebut juga test formatif, yaitu
test untuk memeprlihatkan performa peserta didik, terkenal dengan nama ulangan,
sedangkan oleh kelompok tertentu tergantung dari kelompok apa yang
melakukannya, bisa saja test bakat yang dilakukan oleh psikolog atau test-test
lain yang bertujuan untuk memilih peserta didik.
Test yang dilakukan oleh lembaga tingkat mikro yaitu sekolah
biasanya berupa ujian tengah semester, dimana sekolah ingin melihat dan
mengetahui sejauh mana kemampuan peserta didik selama jangka waktu tiga bulan
pembelajaran, hal itu bisa dijadika tolak ukur atau gambaran baik oleh pihak
sekolah, orang tua maupun peserta didik untuk mengevaluasi kinerja
masing-masing, sehingga sedini mungkin dilakukan revisi perencanaan untuk
mewujudkan tujuan bersama, ( Prihatin, 2011: 110).
Test yang dilakukan oleh lembaga pada tingkat messo (dias
kabupaten), biasanya dilakukan pada ujian akhir semester dan ujian kenaikan
kelas. Cirinya adalah soal pada satu kabupaten itu seragam tergantung rayonnya,
akan tetapi soalnya tetap dari dinas kabupaten. Soal tersebut dibuat oleh
guru-guru dari setiap Dinas Pendidikan Kecamatan yang berkompeten di bidangnya,
kemudian dikumpulkan di kabupaten dan dijadikan bank soal untuk setiap sekolah.
Sedangkan test yang dilakukan oleh lembaga yang bersifat makro adalah yang
dikenal dengan UAN atau UNTUS. Ujian tersebut serentak dilaksanakan secara nasional,
soal test tersebut merupakan kumpulan-kumpulan soal-soal yang diajukan oleh
seluruh kabupaten, kemudian di acak dan jadilah kumpulan soal untuk UAN atau
UNTUS. Seperti test yang bersifat messo, test ini merupakan kumpulan dari
soal-soal yang diajukan oleh guru-guru yang kompeten di bidangnya, kemudian
dikumpulkan menjadi bank soal. Bank soal tersebut dapat dipakai sewaktu-waktu
oleh lembaga atau orang yang berkepentingan.
Test yang dilakukan oleh lembaga yang setingkat mikro, messo dan
makro lebih dikenal dengan test sumatif, yaitu test yang dilaksanakan pada
akhir periode tertentu, ( Prihatin, 2011: 113).
a.
Test dilihat dari segi bentuknya yaitu test subjektif dan test
objektif.
1)
Test subjektif merupakan bentuk test yang harus dikerjakan berupa uaraian-uaraian,
dikenal dengan esei.
2)
Test objektif merupakan test dimana soal dan jawabannya telah
disediakan dan peserta didik tinggal memilih mana yang paling benar, test
seperti ini bisa berbentuk multiple
choice, benar-salah, menjodohkan dan sebagainya.
b.
Test dilihat dari apa yang hendak diukur pada peserta didik, maka
dibedakan pre-test dan post-test.
1)
Pre test adalah suatu test
yang ditujukan untuk mengukur kemampuan peserta didik terhadap masalah atau
topic yang akan dibahas.
2)
Post test adalah suatu test untuk mengetahui seberapa besar
keberhasilan proses pembelajaran topic tersebut.
Dengan
membandingkan pre test dan post test maka akan memberikan beberapa informasi
diantaranya adalah daya serap siswa ketika menggunakan suatau strategi pembelajaran
tertentu. Juga informasi bagi guru, seberapa besar keberhasilan strategi
belajar mengajar yang diterapkan pada peserta didik pada topic tertentu.
c.
Test dilihat dari segi kebakuan test, maka test yang dibuat oleh
guru merupakan suatu test yang kurang diperhitungkan validitas dan
reliabilitasnya, sedangkan test standar yang dibuat khusus untuk wilayah yang
lebih luas, misalnya tingkat messo dan makro hal itu membutuhkan validitas dan
realibilitasnya, sehingga test tersebut dapat diterapkan pada seluruh wilayah
Indonesia. Validitas artinya test yang digunakan mengukur apa yang seharusnya
diukur, sedangakan reliabilitas adalah keajegan artinya test tersebut digunakan
beberapa kali untuk mengukur obyek yang sama tetap menghasilkan data yang sama,
( Prihatin, 2011: 111).
d.
Tes dilihat dari cara penyampaiannya, test dibedakan menjadi test
tertulis, test tidak tertulis dan test pesrbuatan. Test tertulis adalah suatu
test yang peserta testnya diberi soal-soal secara tertulis dan ia dituntut juga
untuk memberikan jawaban secara tertulis, test tidak tertulis atau lebih
dikenal dengan test lisan adalah suatu test yang pesertanya diberikan soal
secara lisan dan diharapkan menjawab secara lisan juga, sedangkan test
perbuatan adalah test yang setiap pesertanya diberikan soal dan diharuskan
untuk kebolehan menampilkan performansi tertentu sesuai soal, (Prihatin, 2011:
112).
e.
Test ditinjau dari jenis kemampuan yang hendak diukur, dapat
dibedakan: test intelegence, test
minat dan bakat, test prestasi belajar dan test kepribadian. Test intelegence adalah tes yang
bermaksud untuk mengukur kemampuan umum atau kecerdasan. Test bakat adalah test
yang dimaksudkan untuk mengukur kemampuan khusus atau bakat. Test minat adalah
suatu test dimaksudkan untuk mengetahui minat seseorang akan suatu program
tanpa mempertimbangkan apakah program tersebut menguntungkan secara financial
atau tidak. Test prestasi belajar adalah suatu test yang dimaksudkan untuk
mengukur kemampuan peserta didik setelah yang bersangkutan melaksanakan
aktivitas belajar yang diberikan oleh guru. Test kepribadian adalah suatu test
yang diperuntukkan mengetahui seberapa besar peserta test mempunyai integrasi
dan konsistensi.
b.
Non test adalah teknik evaluasi selain test, seperti observasi,
wawancara, angket, sosiometri, anecdotal record dan skala penilaian, (Prihatin,
2011: 113).
1)
Observasi adalah suatu pengamatan atau memberikan perhatian
terhadap suatu objek tertentu, seperti pengamatan perubahan tingkah laku
peserta didik sebagai akibat dari adanya proses belajar.
2)
Wawancara adalah pengajuan pertanyaan-pertanyaan oleh seseorang
kepada orang lain dengan maksud untuk mendapatkan informasi mengenai sesuatu
hal.
3)
Angket adalah suatu instrument yang berisi daftar pertanyaan yang
dapat dibagi menjadi angket tertutup dan terbuka. Angket tertutup adalah angket
yang berisi daftar pertanyaan yang sudah disediakan jawabannya, sedangkan
angket terbuka adalah suatu angket dimana jawabannya tidak disediakan sehingga
responden dapat memeberikan jawaban secara bebas.
4)
Sosiometri adalah suatu metode yang dimaksudkan untuk mengetahui
kedudukan responden di dalam kelompoknya, maksudnya adalah untuk mengetahui
pola-pola hubungan yang di bangun oleh kelompok.
5)
Catatan berkala (Anecdotal record) adalah instrument pengumpul data
yang dapat melengkapi observasi tentang kejadian-kejadian menegenai peserta
didik secara incidental. Dilihat dari bentuknya, catatan berkala ini berupa
tiga bentuk yaitu:
a.
Berkala yang bersifat deskriptif yang isinya hanya sekedar
memaparkan apa yangdilihat.
b.
Catatan anecdote interpretative
yang berisi tentang penjelasan dan penafsiran mengenai kejadian-kejadian yang
dilihat.
c.
Catatan berkala evaluative adalah catatan mengenai penilaian
pengamat terhadap apa yang ia amati, dengan ukuran baik buruk, layak dan tidak
layak sesuai dengan yang diharapkan dan tidak sesuai dengan yang diharapkan.
6)
Skala penilaian atau rating scale adalah suatu daftar pertanyaan
yang dipergunakan sebagai pelengkap observasi untuk menjelaskan, menggolongkan
dan menilai peserta didik dalam suatu situasi. Apabila skala tersebut
dipergunakan untuk menjelaskan dan menggolongkan disebut sebagai inventory atau self-report-form, akan tetapi jika dipergunakan untuk menilai
disebut skala sikap, ( Prihatin, 2011: 115).
4.
Kriteria Evaluasi Peserta Didik
Kriteria merupakan acuan-acuan yang dijadikan pedoman dalam
memberikan penilaian terhadap peserta didik. Menurut Prihatin ada dua kriteria
evaluasi peserta didik, yaitu acuan patokan dan acuan norma.
Acuan patokan memberikan criteria peserta didik yang dinilai baik
dan memenuhi syarat untuk dinaikkan, diluluskan atau dipromosikan. Cirri dari
criteria ini adalah jika semua peserta didik berada di dalam atau atas standar
maka semua peserta didik dinaikkan, diluluskan dan dipromosikan, demikian juga
jika sebaliknya maka semua peserta didik tidak dinaikkan dan tidak diluluskan.
Acuan norma mengharuskan pendidik atau lembaga pendidikan
mendasarkan tafsiran penilaian pada keberhasilan rata-rata peserta didik
didalam kelas, artinya jika peserta didik didalam kelasnya ada diatas rata-rata
maka dapat diidentifikasikan berhasi. Dengan demikian cirri yang menonjol pada
karakter ini adalah selalu ada peserta didik yang berhasil ataupun tidak
berhasil.
5.
Tindak Lanjut Evaluasi Pendidikan
Evaluasi dapat dijadikan informasi bagi peserta didik, orang tua,
guru maupun lembaga pendidikan. Tindak lanjut dari informasi evaluasi tersebut
meliputi mengadakan pengayaan,mengadakan remedial secara kelompok atau
perorangan, mengurangi materi pelajaran, menentukan promosi atau kenaikkan,
menentukan kelulusan, bimbingan penyluhan dan pelaporan.
Pengadaan pengayaan dilakukan jika materi pelajaran yang diberikan
kepada peserta didik telah dikuasai sepenuhnya, hal ini agar peserta didik
paham akan materi yang diberikan, menjadi semakin luas pengetahuannya sehingga
lebih paham lagi ( Badrudin, 2013: 70).
4. Mutasi Peserta Didik
Mutasi peserta didik adalah proses proses perpindahan peserta didik
dari sekolah satu ke sekolah yang lain atau perpindahan peserta didik yang
berada dalam sekolah ( Daryanto dan Parid, 2013: 67). Ada dua jenis mutasi
peserta didik, yaitu:
1)
Mutasi Ekstern
Mutasi ekstern adalah perpindahan peserta didik dari satu sekolah
ke seolah yang lain. Perpindahan ini hendaknya menguntungkan kedua belah pihak,
artinya perpindahan tersebut harus dikaitkan dengan kondisi sekolah yang
bersangkutan, kondisi peserta didik, dan latar belakang orang tuanya, serta
sekolah yang akan ditempati, ( Badrudin, 2013: 71).
Adapun tujuan mutasi ekstern
adalah:
a.
Mutasi didasarkan atas kepentingan peserta didik untuk dapat
mengikuti pendidikan di sekolah sesuai dengan keadaan dan kemampuan peserta
didik serta lingkungan yang mempengaruhi.
b.
Memberikan perlindungan kepada sekolah tertentu untuk dapat tumbuh
dan berkembang secara wajar dan sesuai dengan keadaan kemampuan sekolah serta
lingkungan yang mempengaruhinya, ( Daryanto dan Farid, 2013: 69).
Mutasi ekstern harus memenuhi
beberapa ketentuan, antara lain:
a.
Permintaan mutasi peserta didik diajukan oleh orang tua atau wali
karena alasan yang dapat dibenarkan ( keluarga, kesehatan, kejiwaan, ekonomi
dan lain-lain).
b.
Mutasi peserta didik berlaku dari:
1.
Sekolah negeri ke sekolah negeri, maupun ke sekolah swasta.
2.
Sekolah swasta mandiri ke sekolah swasta mandiri, maupun ke sekolah
swasta yang EBTA nya menggabung.
c.
Sekolah swasta menggabung ke sekolah swasta yang jiga menggabung
EBTA-nya.
d.
Penyimpangan tersebut diatas dapat terjadi apabila disuatu
kabupaten atau kotamadya yang dituju tidak ada sekolah yang berstatus sama,
dengan syarat:
1.
Mutasi tersebut terpaksa dilakukan karena alasan mendesak, maka
perlu surat keterangan dari pengawas.
2.
Dilakukan tes penjajagan.
e.
Hendaknya dihindarkan mutasi pseserta didik didalam suatu kabupaten
atau kotamadya, kecuali dengan alasan yang sangat mendesak, maka perlu surat
keterangan dari pengawas.
f.
Mutasi antar kanwil atau propinsi pada dasarnya sama dengan mutasi
didalam satu kanwil atau propinsi. Perbedaannya terletak pada adanya ijin dari
kanwil bidang dikmenum dari propinsi baik yang ditinggalkan maupun yang akan
didatangi. Prosedur mutasinya adalah sebagai berikut:
1.
Kepala sekolah membuat keterangan pindah
2.
Surat keterangan pindah tersebut harus diketahui dan disahkan oleh
kantor wilayah pendidikan nasional yang akan ditinggalkan maupun yang akan
didatangi.
g.
Alasan-alasan mutasi ekstern, antara lain:
1.
Keluarga
2.
Ekonomi
3.
Sosial
4.
Agama
5.
Kejiwaan
h.
Syarat-syarat mutasi ekstern, antara lain:
1.
Menyerahkan raport.
2.
Menyerahkan surat keterangan pindah dari sekolah asal.
3.
Terdapat formasi ( daya tampungnya masih ada).
i.
Bagi sekolah swasta mungkin peserta didik dikenakan syarat untuk
membayar sejumlah uang.
j.
Penomoran di buku induk
Peserta didik yang mutasi akan diberikan nomor induk yang baru
disekolah tersebut sehingga nomor induk dari sekolah asal tidak diapaki lagi, (
Badrudin, 2013: 72).
Kemungkinan yang terjadi dalam pemberian nomor induk bagi peserta
didik yang mutasi adalah:
1.
Diberi nomor induk terakhir dari jumlah peserta didik yang ada.
2.
Menempati nomor induk peserta didik lama yang pindah atau keluar.
3.
Dengan cara menempatkan kembali pada nomor induk semula.
k.
Penempatan peserta didik
Peserta yang mutasi sebaiknya ditempatkan sesuai dengan jurusan
yang pernah diambilnya di sekolah asal. Peserta didik yang mutasi karena tidak
naik kelas, hendaknya juga tetap berada pada kelas dimana mereka tidak naik kelas.
Hal ini dilakukan untuk selalu menjaga kualitas pendidikan, ( Daryanto dan Farid, 2013: 69).
2)
Mutasi Intern
Mutasi intern adalah perpindahan
peserta didik dalam suatu sekolah, ( Prihatin, 2011: 143). Hal ini dapat juga
dikatakan naik kelas. Naik kelas adalah peserta didik yang telah dapat
menyelesaikan program pendidikan selama satu tahun, apabila telah memenuhi
persyaratan untuk dinaikkan, maka kepadanya berhak untuk naik kelas berikutnya,
(Daryanto dan Farid, 2013: 70).
Seorang peserta didik dinyatakan naik
kelas apabila telah memenuhi persyaratan.
a.
Tidak terdapat nilai mati.
b.
Program pendidikan umum rata-rata nilai sekurang-kurangnya 6,0.
Boleh ada duan nilai yang kurang dari 6,0 asal bukan pendidikan agama dan
pendidikan pancasila dan kewarganegaraan.
c.
Program pendidikan akademis rata-rata nilai sekurang-kurangnya 6,0.
Boleh ada dua nilai yang kurang dari 6,0 asal bukan bahasa Indonesia.
d.
Program pendidikan keterampilan rata-rata nilai sekurang-kurangnya
6,0 dan boleh ada satu nilai yang kurang dari 6,0.
Mengingat betapa pentingnya kenaikkan
kelas ini, maka setiap akhir semester sekolah selalu mengadakan rapat kenaikkan
kelas yang dihadiri oleh kepala sekolah dan dewan guru. Dalam hal ini peran
wali kelas sangat menentukan naik tidaknya peserta didik dalam kelas tertentu,
( Badrudin, 2013: 74).
Disamping nilai akhir mata pelajaran, ada
beberapa faktor yang dapat menentukan seorang peserta didik berhasil atau tidak
untuk naik kelas, antara lain:
a.
Kerajinan
b.
Kedisiplinan
c.
Tingkahlaku
Dalam rapat kenaikkan
kelas ini dibicarakan juga tentang peserta didik yang nyaris tidak naik kelas,
sehingga perlu mendapat pertimbangan dari berbagai pihak dan juga peserta didik
yang terpaksa tidak naik kelas.Kepada peserta didik ini masih diberi kesempatan
untuk mengulang kelas atau pindah ke sekolah lain, (Daryanto dan farid, 2013:
70).
Dispensasi bagi peserta didik yang
mengulang diberikan untuk kepentingan peserta didik dan sekolah.
Bagi peserta didik:
a.
Tidak membutuhkan waktu yang lama untuk menyesuaikan diri dengan
sekola yang baru.
b.
Dapat belajar lebih intensif.
c.
Karena malu, ia akan berusaha semaksimal mungkin untuk naik kelas.
Bagi sekolah:
Dispensasi bagi peseta didik yang mengulang akan memberikan nilai tambah
minimal dari segi ekonomi.
Ada beberapa
ketentuan peserta didik yang dapat mengajukan dispensasi, antara lain:
a.
Pada kelas satu tidak naik kelas dua kali
b.
Pada kelas satu tidak naik kelas satu kali kemudian naik kelas, di
kelas dua tidak naik kelas satu kali.
c.
Pada kelas dua tidak naik kelas berturut-turut dua kali.
d.
Peserta didik yang tidak naik kelas di kelas II dan III
masing-masing satu kali.
e.
Peserta didik yang berturut-turut tidak lulus atau tamat di kelas
III sebanyak dua kali, ( Daryanto dan Farid, 2013: 71).
Untuk penempatan peserta
didik yang naik kelas dapat dilakukan dengan dua cara yaitu:
a.
Secara vertical, cara ini dilakukan apabila peserta didik selalu
mengikuti kelasnya dari kelas I sampai kelas III.
b.
Secara horizontal, pengelompokkan secara horizontal sebenarnya mendasarkan
prestasi peserta didik di kelas, sehingga didalam suatu kelas bervariasi
prestasinya. Hal ini akan mendorong peserta didik untuk berkompetisi
meningkatkan prestasinya, ( Badrudin, 2013: 75).
Comments
Post a Comment