C. KEPEMIMPINAN (Lanjutan)

KEPEMIMPINAN
Written By. Zaini Hafidh
1.    Konsep Dasar Kepemimpinan
a.      Pengertian Kepemimpinan
Manusia merupakan makhluk soisal ( al-kiyan al ijtima’I ) yang diciptakan untuk berhubngan dengan satu sama lain, dalam mecapai tujuan hidupnya. Dalam berhubungan dengan satu sama lain, diperlukan adanya seorang pemimpin yang melaksanakan, memandu, dan membawa pekerjaan kea rah pencapain dari tujuan yang dimaksudkan. Di antara jenis kepemimpinan adalah kepemimpinan pendidikan (Qiyadah Tarbawiyyah atau Educative Leadership), karena keberhasilan pendidikan dalam membina ummat dan berusaha membangkitkanya erat kaitannya dengan figure kepemimpinan yang benar.
Kepemimpinan berasal dari kata “memimpin” yang berarti menuntun, membimbing dan mengatur, menunutun diri sendiri maupun orang lain, menentukan tujuan bersama serta membimbing diri mereka sendiri ataupun orang lain untuk mencapai tujuan tersebut (Sukmadi,2012:91)
Mendefinisikan kepemimpinan sebagai usaha mengarahkan individu mempunyai makna bahwa pemimpin memerankan fungsi penting sebagai pelopor dalam menetapkan struktur kelompoknya, keadaan kelompoknya dan ideology kelompoknya, yang dapat di dekat dengan tiga cara pandang ( Sukamto:1999:22)
Pertama, kepemimpinan dapat dipandang sebagai kemempuan yang memelkat dalam diri individu, hal ini berarti aspek tertentu dari seorang yang telah memberikan suatu penampilan berkuasa dan menyebabkan orang lain menerima perintahnya sebagai sesuatu yang harus di ikuti. Menurut Max Weber dalam Sukamto (1999), kepemimpinan yang bersumber dari kepemimpinan luar biasa di sebut kepemimpinan kharismatik. Kepemimpinan ini didasarkan pada identifikasi psikologis seseorang dengan orang lain. Bagi para pengikut, pemimpin adalah harapan untuk suatu kehidupan yang lebih, dia adah penyelamat dan pelindung.
Kedua, bentuk kepemimpinan terletak bukan  pada kekuasaan individu, melainkan dalam jabatan individu. Menurut Max Weber kekuasaan yang bersandar pada tata aturan di sebut Legal authority. Pola aturan aturan normative dan hak memerintah dari pimpinan yang terpilih berdasarkan pola aturan yang sah. Otoritas legal diwujudkan dalam organisasi birokratis, tanggung jawab pemimpin dalam mengendalikan organisasi tidak ditentukan penampilan kepribadian individu, melainkan dari prosedur aturan yang telah disepakati.
Ketiga,bentuk kepemimpinan tradisional menurut Max Weber, adalah bahwa kepemimpinan bersumber pada kepercayaan yang telah mapan terhadap kesakralan tradisi kuno, kedudukan pemimpinan ditentukan oleh kebiasaan yang lama dilakukan oleh kelompok masyarakat, dalam menjalankan tradisi.

Dalam bahasa arab, kata yang sering di hubungkan dengan kepemimpinan adalah ra’in yang di ambil dari Hadist Rasulluah SAW, Kullukum ra’in wa kullukum mas’ulun ‘an ra’yatihi (setiap kamu adalah pemimpin dan setiap kamu bertanggung jawab atas kepemimpinanmu). Ra’in asal katanya adalah gembala, seorang pemimpin ibarat seorang penggembala yang harus membawa ternaknya ke padang rumput dan menjaganya agar tidak diserang gembala ( Saefullah, 2012:149)
Hubungan pemimpin dan yang di pimpin dalam sebuah orientasi budaya setidaknya memiliki hubungan kepemimpinan model Patron-Client Relationship. Secara definitive James C. Scott dalam Sukamto (1999:78) menjelaskan pola hubungan ini sebagai berikut :
“Hubungan timbal balik diantara dua orang dapat diartikan sebagai sebuah kasus khusus yang melibatkan perkawanan secara luas, dimana individu yang satu memiliki status sosial-ekonomis yang lebih tinggi (patron), yang menggunakan pengaruh dan sumber yang dimilikinya untuk memberikan perlindugan atau keuntungan-keuntungan kepada individu lain yang memiliki status lebih rendah (klien), dalam hal ini klien mempunyai kewajiban membalas dengan memberikan dukungan dan bantuan secara umum, termasuk pelayanan-pelayanan pribadi kepada patron”

b.      Jenis-jenis kepemimpinan
Kemampuan mempengaruhi suatu kelompok untuk mencapai tujuan sumber pengaruh dapat secara formal atau tidak formal. Dengan demikian, seorang pemimpin sangat berpengaruh dan pengaruh pemimpin sangat ditentukan oleh statusnya, yaitu sebagai pimpinan formal maupun nonformal yang masing-masing di bedakan dalam hal :
1)      Pimpinan formal (lembaga eksekutif,legislatif,yudikatif), artinya seseorang ditunjuk sebagai pemimpin atas dasar keputusan dan pengangkatan resmi untuk memangku suatu jabatan dalam struktur organisasi dengan segala hak dan kewajiban yang melekat berkaitan dengan posisinya, seperti :
a.       Memiliki dasar legalitasnya diperoleh dari penunjukan pihak yang berwenang, artinya memiliki legitimasi.
b.      Mendapat dukungan dari organisasi formal maupun atasannya
c.       Memperoleh balas jasa/kompensasi baik materil atau immaterial tertentu.
d.      Mendapatkan reward dan punishment
2)      Pimpinan nonformal ( tokoh masyarakat, pemuka agama, adat, LSM, guru, dll ), artinya seseorang yang di tunjuk sebagai pemimpin secara tidak formal, karena memiliki kualitas unggul, dia mencapai kedudukan sebagai seorang yang mampu mempengaruhi kondisi psikis dan perilaku suatu kelompok tertentu, seperti :
a.       Sebagai tidak/belum memiliki acuan formal atau legitimasi sebagai pimpinan
b.      Masa kepemimpinan nya sangat tergantung pada pengakuan dari kelompok atau komunitasnya
c.       Tidak mendapatkan imbalan
d.      Tidak ada reward dan punishment (Rivai dan Mulyadi, 2011:3)
c.       Teori Kepemimpinan
Berikut ini adalah beberapa teori tentang kepemimpinan yang dirangkum oleh Kartini Kartono dari G.R. Terry.
1) Teori otokratis dan pemimpin otokratis
Kepemimpinan dalam teori ini didasarkan atas perintah-perintah, paksaan, dan tindakan-tindakan yang arbitrer (sebagai wasit). Ia melakukan pengawasan yang ketat, agar semua pekerjaan berlangsung secara efisien. Kepemimpinannya berorientasi pada stuktur organisasi dan tugas-tugas. Pemimpin tersebut pada dasarnya selalu mau berperan sebagai pemain orkes tunggal dan berambisi untuk merajai situasi. Karena itu, dia disebut otokrat keras. Pada intinya otokrat keras itu memiliki sifat-sifat tepat, seksama, sesuai dengan prinsip, namun keras dan kaku. Pemimpin tidak akan pernah mendelegasikan otoritasnya. Lembaga atau organisasi yang dipimpinnya merupakan a one-man show. Dengan keras ia menekankan prinsip-prinsip “business is business”, “waktu adalah uang” untuk bisa makan, orang harus bekerja keras, yang kita kejar adalah kemenangan mutlak. Sikap dan prinsipnya sangaat konservatif. Pemimpin hanya akan bersikap baik terhadap orang-orang yang patuh serta loyal dan sebaliknya, dia akan bertindak keras dan kejam terhadap mereka yang membangkang.
2) Teori psikologis
Teori ini menyatakan bahwa fungsi seorang pemimpin adalah memunculkan dan mengembangkan sistem motivasi terbaik, untuk merangsang kesediaan bekerja para pengikut dan anak buah. Pemimpin merangsang bawahan agar mereka mau bekerja, guna mencapai sasaran-sasaran organisatoris dan untuk memenuhi tujuan-tujuan pribadi. Oleh karena itu, pemimpin yang mampu memotivasi orang lain akan sangat mementingkan aspek-aspek psikis manusia, seperti pengakuan (recognizing), martabat, status sosial. Kepastian emosional, memperhatikan keinginan dan kebutuhan pegawai, kegairahan kerja, minat, suasana dan hati.
3) Teori sosiologis
Kepemimpinan dianggap sebagai usaha-usaha untuk melancarkan antarrelasi dalam organisasi dan sebagai usaha untuk menyelesaikan setiap konflik organisatoris antara para pengikutnya. Agar tercapai kerja sama yang baik, pemimpin menetapkan tujuan-tujuan, dengan menyertakan para pengikut dalam pengambilan keputusan terakhir. Selanjutnya juga mengidentifikasi tujuan, dan kerap kali memberikan petunjuk yang diperlukan bagi para pengikut untuk melakukan setiap tindakan yang berkaitan dengan kepentingan kelompoknya.
4) Teori laissez faire
Kepemimpinan laissez faire ditampilkan seorang tokoh “ketua dewan” yang sebenarnya tidak mampu mengurus dan dia memyerahkan tanggung jawab serta pekerjaan kepada bawahan atau kepada semua anggota. Pemimpin adalah seorang “ketua” yang bertindak sebagai simbol. Pemimpin semacam ini biasanya tidak memiliki keterampilan teknis.
5) Teori kelakuan pribadi
Kepemimpinan jenis ini akan muncul berdasarkan kualitaskualitas pribadi atau pola-pola  kelakuan para pemimpinnya. Teori ini menyatakan bahwa seorang pemimpin selalu berkelakuan kurang lebih sama, yaitu tidak melakukan tindakan-tindakan yang identik sama dalam setiap situasi yang dihadapi. Pemimpin dalam kategori ini harus mampu mengambil langkah-langkah yang paling tepat untuk suatu masalah. Sedangkan masalah sosial itu tidak akan pernah identik sama di dalam runtutuan waktu yang berbeda.
6) Teori sifat orang-orang besar
Cikal bakal seorang pemimpin dapat di prediksi dan dilihat dengan melihat sifat, karakter dan perilaku orang-orang besar yang terbukti sudah sukses dalam menjalankan kepemimpinannya. Sehingga ada beberapa ciri unggul sebagai predisposisi yang diharapkan akan dimiliki oleh seorang pemimpin, yaitu memiliki intelegensi tinggi, banyak inisiatif, energik, punya kedewasaan emosional, memiliki daya persuasif dan keterampilan komunikatif, memiliki kepercayaan diri, peka kreatif, mau memberikan partisipasi sosial yang tinggi.
7) Teori situasi
Teori situasi berpandangan bahwa munculnya seorang pemimpin bersamaan masa pergolakan, kritis seperti revolusi, pemberontakan dan lain-lain. Pada saat itulah akan muncul seorang pemimpin yang mampu mengatasi persoalan-persoalan yang nyaris tidak dapat diselesaikan oleh orang-orang biasa. Pemimpin semacam ini muncul sebagai penyelamat dan cocok untuk situasi tertentu. Dalam bahasa lain biasa dikenal dengan “satrio peningit”, orang pilihan atau “imam mahdi”
Tabel 2.2
Teori Munculnya Pemimpin

Teori Munculnya Pemimpin
Teori Genetis
Teori Sosial
Teori Ekologis
Pemimpin itu tidak dibuat,
tetapi lahir jadi pemimpin
oleh bakat-bakat yang luar
biasa sejak lahir.
Dia ditakdirkan lahir
menjadi pemimpin dalam
situasi dan kondisi
tertentu.
Pemimpin itu harus
disiapkan, dididik dan
dibentuk, tidak terlahir
begitu saja.
Setiap orang bisa menjadi
pemimpin, melalui usaha
penyiapan dan pendidikan,
serta didorong oleh
kemauan sendiri.
Seorang akan sukses
menjadi pimpinan, bila
sejak lahirnya dia telah
memiliki bakat-bakat
kepemimpinan,dan bakatbakat
ini sempat
dikembangkan melalui
pengalaman dan usaha
pendidikan, juga sesui
dengan tuntutan
lingkungan ekologisnya

d. Fungsi Kepemimpinan
Sehubungan dengan luasnya kegiatan manusia modern pada zaman sekarang, dirasakan perlu adanya pemimpin-pemimpin yang efektif dan baik pekertinya. Berkaitan dengan masalag ini perlu bagi kita untuk memahami fungsi dan asas kepemimpinan.
Kartini Kartono (2013:93-94) mengemukakan tentang bagaimana fungsi dan asas kepemimpinan itu ?
“Fungsi kepmimpinan adalah memandu, menuntun, membimbing, membangun, member dan membangunkan motivasi kerja, mengemudikan organisasi, menjalin jaringan-jaringan komunikasi yang baik, memberikan pengawasan yang efektif dan membawa para pengikutnya kepada sasaran yang ingin dituju, sesuai dengan ketentuan waktu perencanaan. Dalam tugas kepemimpinan tercakup pula pemberian intensif sebagai motivasi untuk bekerja lebih giat. Intensif materil dapat berupa uang, sekuritas fisik, jaminan sosial, jaminan kesehatan. Bonus dan kondisi kerja yang baik serta juga dalam bentuk intensif sosial, berupa promosi jabatan, status sosial tingi, martabat diri, prestise sosial, respek, dan lain lain”

Menurut Baharuddin dan Umiarso ( 2012: 438 ) secara operasional dapat dibedakan lima fungsi pokok kepemimpinan, yaitu sebagai berikut:
a.       Fungsi Instruktif
Pemimpin sebagai pengambilan keputusan berfungsi memerintahkan pelaksanaannya pada orang-orang yang dipimpin. Pemimpin sebagai komunikator merupakan pihak yang menentukan apa isi perintah, bagaimana cara mengerjakan perintah, kapan waktu memulai, melaksanakan, dan melaporkan hasilnya, dan dimana tempat mengerjakan perintah agar keputusan dapat diwujudkan secara efektif.
b.      Fungsi Konsultatif 
Pemimpin  kerap kali memerlukan bahan pertimbangan yang mengharuskannya berkonsultasi dengan orang-orang yang dipimpinnya. Konsultasi dapat pula dilakukan melalui arus sebaliknya, yakni dari orang yang dipimpin kepada pemimpin yang menetapkan keputusan dan memerintahkan pelaksanaannya. Hal demikian berarti fungsi ini berlangsung dan bersifat komunikasi dua arah, meskipun pelaksanaannya sangat bergantung pada pihak pemimpin.
c.       Fungsi Partisipasi
Fungsi ini berarti kesediaan pemimpin untuk tidak berpangku tangan pada saat- saat orang yang di pimpin melaksanakan keputusannya. Pemimpin tidak boleh sekedar mampu membuat keputusan dan memerintahkan pelaksanaannya, tetapi juga ikut dalam proses pelaksanaannya, dalam batas-batas tidak menggeser dan mengganti petugas yang bertanggung jawab melaksanakannya.
d.      Fungsi Delegasi
Fungsi ini mengharuskan pemimpin memilah-milah tugas pokok organisasinya dan mengevalusi yang dapat dan tidak dapat dilimpahkan kepada orang- orang yang dipercayainya. Fungsi delegasi pada dasarnya berarti kepercayaan. Pemimpin harus bersedia dan dapat mempercayai orang lain sesuai dengan posisi/ jabatannya.
e.       Fungsi Pengendalian
Pemimpin mampu mengatur aktifitas anggotanya secara terarah dan dalam koordinasi yang efektif sehingga memungkinkan tercapainya tujuan bersama secara maksimal.
Adapun tugas utama pemimpin menurut Al-Mawardi (2000:23-25) ada sepuluh tugas :
1.      Melindungi keutuhan agam sesuai dengan prinsip-prinsipnya yang establish dan ijma generasi salaf. Jika muncul permbuat bid’ah, atau orang sesat yang membuat syubhat tentang agama, ia menjelaskan hujjah kepadanya, menerangkan yang benar kepadanya, dan menindaknya sesuai dengan hak-hak dan hukum yang berlaku, agar agama tetepa terlindungi dari segala penyimpangan dan ummat terlindungi dari segala penyesatan.
2.      Menerapkan hukum kepada dua pihak yang berperkara, dan mengehntikan perseteruan diantara dua pihak yang berselisih, agar keadilan menyebar secara merta, kemudian orang tirani tidak sewenang-wenang, dan orang teraniaya tidak merasa lemah.
3.      Melindungi wilayah begara dan tempat-temoat suci, agar manusia dapat leluasa bekerja, bepergian ke tempat manapun dengan aman dari gangguan terhadap jiwa dan harta.
4.      Menegakan supremasi hukum untuk melindungi larang Allah Ta’ala dari pelanggaran dan perusakan terhadapnya
5.      Melindungi daerah perbatasan dengan benteng yang kokoh, dan kekuatan yang tangguh hingga musuh tidak mampu mendapatkan celah uuntuk menerobos masuk guna merusak kehormatan atau menumpahkan darah orang muslim, atau orang yang bedamai dengan orang muslim
6.      Memerangi orang yang menentang islam setelah sebelumnya ia di dakwahi hingga masuk islam, atau masuk dalam perundingan kaum muslimin agar hak Allah Ta’ala terealisi yaitu kemenanganNya ata seluruh agama.
7.      Mengambil Fai (harta yang didaptkan kaum muslimin tanpa pertempura) dan sedekah sesuai dengan yang diwajibkan syariat secara tekstual atau ijtihad tanpa rasa takut dan paksa.
8.      Menentukan gaji, dan apa saja yang diperlukan dalam baitul mal tanpa berlebih lebihan, kemudianmengeluarkannya tepat pada waktunya, tidak mempercepat atau menunda pengeluarnnya.
9.      Mengangangkat orang-ornag terlatih untuk menjalankan tugas dan orang-orang yang jujur untuk mengurusi masalah keuangan, agar tugas-tugas ini dikerjakan oleh orang-orang yang ahli dan keuangan dipegang oelh orang yang jujur
10.  Terjun langsung menangani segala persoalan, dan menginspeksi keadaan, agar ia sendiri yang memimpin ummat dan melindungi agama

1.    Tipe Kepemimpinan
Gaya/tipe artinya sikap, gerakan, tingkah laku, sikap yang elok, gerak-gerik yang bagus, kekuatan, kesanggupan untuk berbuat baik. Berikut adalah beberapa gaya/tipe kepemimpinan dalam Kartini Kartono (2013:80), antara lain:
1) Tipe kepemimpinan karismatik
Dalam kepemimpinan karismatik memiliki energi, daya tarik dan pembawa yang luar biasa untuk mempengaruhi orang lain, sehingga ia mempunyai pengikut yang sangat besar jumlahnya dan pengawalpengawal yang bisa dipercaya. Sampai sekarang pun orang tidak mengetahui benar sebab-sebabnya mengapa seseorang itu memiliki karisma besar. Dia dianggap mempunyai kekuatan ghaib (supernatural power) dan kemampuan-kemampuan yang superhuman, yang diperolehnya sebagai karunia Yang Maha Kuasa. Dia banyak memiliki inspirasi, keberanian, dan berkeyakinan teguh pada pendirian sendiri. Totalitas kepribadian pemimpin itu memancarkan pengaruh dan daya tarik yang teramat besar.
2) Tipe kepemimpinan paternalistik
Yaitu tipe kepemimpinan kebapakan, dengan sifat-sifat amtara lain sebagai berikut:
a) Menganggap bawahannya sebagai manusia yang tidak/belum dewasa, atau anak anak sendiri yang perlu dikembangkan.
b) Bersikap terlalu melindungi.
c) Jarang memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengambil keputusan sendiri.
d) Hamper-hampir tidak pernah memberikan kesempatan kepada bawahan untuk berinisiatif.
e) Tidak memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengembangkan imajinasi dan kreativitasnya.
f) Selalu bersikap maha-tahu dan maha benar.

3) Tipe kepemimpinan otoriter
Kepemimpinan ini mendasarkan diri pada kekuasaan dan paksaan yang mutlak dan harus dipenuhi. Pemimpin selalu mau berperan sebagai pemain tunggal. Pada a one-man show, dia sangat berambisi untuk merajai situasi. Setiap perintah dan kebijakan ditetapkan tanpa berkonsultasi dengan bawahannya. Anak buah tidak pernah diberi informasi mendetail mengenai rencana dan tindakan yang harus dilakukan. Semua pujian dan kritik terhadap segenap anak buah diberikan atas pertimbangan pribadi pemimpin sendiri.
4) Tipe kepemimpinan demokratis
Kepemimpinan demokratis berorientasi pada manusia, dan memberikan bimbingan yang efisien kepada para pengikutnya. Terdapat koordinasi pekerjaan pada semua bawahan, dengan penekanan pada rasa tanggung jawab internal (pada diri sendiri) dan kerja sama yang baik. Kekuatan kepemimpinan demokratis ini bukan terletak pada “person atau individu pemimpin”, tetapi kekuatan justru terletak pada partisipasi aktif dari setiap kelompok. Kepemimpinan demokratis menghargai potensi setiap individu dan mendengarkan nasihat dan sugesti bawahan. Juga bersedia mengakui keahlian para spesialis dengan bidangnya masing-masing, mampu memanfaatkan kapasitas setiap anggota seefektif mungkin pada saat-saat dan kondisi yang tepat. Kepemimpinan demokratis sering disebut sebagai kepemimpinan group developer.
5) Tipe Kepemimpinan Militeristis
Tipe ini sok kemiliter-militeran, hanya gaya luaran saja yang mencontoh gaya militer. Tetapi jika dilihat seksama, tipe ini mirip sekali dengan tipe otoriter. Adapun sifat-sifat pemimpin militeristis antara lain :
a). lebih banyak menggunakan sistem perintah/komando terhadap bawahannya keras sangat otoriter kaku dan seringkali kurang bijaksana
b). Menghendaki kepatuhan mutlak dari bawahan
c). Tidak menghendaki saran, usul, sugesti, dan kritikan-kritikan dari bawahan.
6). Tipe Kepemimpinan Populistis
Profesor Peter Worsley dalam bukunya The Third World mendefinisikan kepemimpinan populistis sebagai kepmimpinan yang dapat membangunkan solidaritas rakyat. Kepemimpinan ini berpegang teguh pada nilai-nilai masyarakat yang tradisional.
7). Kepemimpinan Administratif atau Eksekutif
Kepemimpinan tipe Administratif adalah krpmimpinan yang mampu menyelenggarakan tugas-tugas administrasi secara efektif. Dengan demikian dapat dibangun serta Administrasi dan birokrasi yang efisien untuk memerintah yaitu untuk memantapkan integritas bangsa pada khususnya dan usaha pembangunan pada umumnya.
Sukmadi (2012:106) mengemukakan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi kepribadian dalam kepemimpinan seseorang :Jenis kelamin, usia, fisik, mental, dan pikiran, pendidikan, kematangan latar belakang kehidupan.
2.    Model Kepemimpinan
Kepemimpinan yang relevan dengan perkembangna zaman adalah kepemimpinan yang memiliki visi yaitu kepemimpinan yang kerja pokoknya difokuskan pada rekayasa masa depan yang peuh dengan halangan dan tantangan dan menjadi agen perubahanyang unggul.
1.      Kepemimpinan Visioner
Visionary Leadership didasarkan pada tuntutan perubahan zaman yang meminta dikembangkanya secara intensif peran pendidikan dalam menciptakan suber daya manusia yang handal bagi pembangunan, sehingga orientasi visi diarahkan pada mewujudkan nilai comparative dan kompetitif peserta didik sebagai pusat perbaikan dan pengembangan sekolah.
Agar menjadi pemimpin yangh visioner, maka seseorang harus : Memahami Konsep Visi, memahami Konsep dan unsure visi, memahami tujuan visi. Langkah-langkah menjadi Visionary Leadeship : Penciptaan Visi, Perumusan Visi, Transformasi Visi, Implementasi Visi.
Seorang pemimpin harus memiliki pandangan dan konsep tentang : 1). Bagaimana merekayasa masa depan untuk menciptakan pendidikan yang produktif, 2). Menjadikan dirinya sebagai agen perubahan, 3). Memposisikan sebagai penentu arah organisasi, 4). Pelatih atau pembimbing yang professional, 5). Mampu menampilkan kekuatan pengetahuan berdasarkan pengalaman professional dan pendidikannya, dengan didukung oleh cirri khas budaya kerja dalam mencapai tujuan yang ditetapkan dalam visi dan dijabarkan dalam misi, dapat dikatakan sebagai kepmimpinan yang visioner.
2.      Kepemimpinan Transformasional.
a)      Definisi Kepemimpinan Transformasional
Burns (1978) mengemukakan bahwa model  kepemimpinan seperti ini mampu membawa kesadaran para pengikut dengan memunculkan ide-ide produktif, edukasional dan cita-cita bersama. Pemimpin denga kepemimpinan transformasional dalam kepemimpinan yang memilki visi ke depan mentransformasi perubahan tersebut ke dalam organisasi.
Pemimpin transformasional sesungguhnya merupakan agen perubahan, karena memang erat kaitannya dengan transformasi yang terjadi dalam suatu organisasi. Fungsi utamanya adalah berperan sebagai katalis perubahan, bukannya sebagai pengontrol perubahan. Seorang pemimpin transformative memiliki visi yang jelas, memiliki gambaran holistic tentang bagaimana organisasi masa depan ketika semua tujuan dan sasarannya telah tercapai.
b)      Dimensi-dimensi kepemimpinan Transformasional
Bass dan Avolio (1994) mengusulkan empat dimensi dalam kadar kepemimpinan seseorang dengan Konsep 4I, yang artinya :
a.      “ I “ pertama adalah Idealized influence
b.      “ I “ kedua adalah Inspirational Motivation
c.       “ I “ ketiga adalah Intelectual Simulation
d.      “ I “ ke empat adalah Individualized consideration.
3.      Kepemimpinan Situasional
Suatu pendekatan terhadap kepemimpinan yang menyatakan bahwa semua kepmimpinan tergantung kepada keadaan atau situasi. Dalam menerapkan kepemimpinan situasional, manajer harus didasarkan pada hasil analisis terhadap situasi yang dihadapi anggota yang dipimpinnya.
a.       Model Kepemimpinan Kontingensi (Suatu pemutakhiran terhadap model kepemimpinan Fred E. Fiedler)
Model ini mengemukakan tiga variable utama yang menentukan suatu situasi yang menguntungkan dan tidak menguntungkan bagi pemimpin yaitu :
1.      Hubungan antara pemimpin dengan anggota kelompok
2.      Derajat struktur tugas yang ditugaskan kepada kelompok untuk disamakan
3.      Kedudukan, kewenangan pemimpin berdasarkan kewenangan formal sendiri.
Kesimpulan dari kepemimpinan kontingensi dari Fiedler adalah perilaku kepmimpinan yang efektif, tidak berpola pada salah satu gaya tertentu, melainkan dimulai dengan mempelajari situasi tertentu pada saat tertentu.
b.      Kepemimpinan Situasional menurut Hersey dan Blanchard
Model ini berdasarkan pada pemikiran bahwa kemampuan diagnostic bagi pemimpin tidak bisa di abaikan. Apabila kemampuan motif serta kebutuhan bawahan sangat bervariasi seorang pemimpin harus mempunyai kepekaan dan kemampuan mendiagnosa agar mamou membaca dan menerima perbedaan itu. Kebutuhan yang berbeda pada anak buah menyebabkan mereka harus diperlukan berbeda pula, walaupun banyak praktisi yang menganggap tidak praktis kalau dalam mengambil keputusan harus lebih mempertimbangkan setiap variable.
“Konsep ini menjelaskan hubungan antara perilaku kepemimpinan yang efektif dengan tingkat kematangan anggota kelompok atau pengikutnya. Teori menekankan hubungan pemimpin dengan anggita sehingga tercipta kepmimpinan yang efektif, karena anggota dapat menentukan keanggotaan peribadi yang dimiliki pemimpin. ( Rivai dan Mulyadi,2011:48)” 
4.      Gaya Kepemimpinan
Pemimpin itu memiliki sifat, kebiasaan dan tempramen serta kepribadian yang khas yang berbeda dengan orang lain. Gaya atau style hidupnya ini pasti akan mewarnai perilaku dan tipe kepemimpinannya (kartono,2005:34)
Menurut Kartini Kartono ( 2005: 35 ) ada delapan macam gaya kepemimpinan, yaitu sebagai berikut:
1.      Gaya Diserter (pembelot): Sifatnya bermoral rendah, tidah memiliki keterlibatan, tanpa pengabdian, tanpa loyalitas dan ketaatan, sukar diramalkan.
2.      Gaya Birokrat: Sifatnya correct, kaku, patuh pada peraturan dan norma-norma, ia adalah manusia organisasi yang tepat, cermat, berdisiplin dan keras.
3.      Gaya  Misionaris ( Missionary ): Sifatnya terbuka, penolong, lembut hati, ramah-tamah.
4.      Gaya Developer ( pembangun ): Sifatnya kreatif, dinamis, invatif, memberikan atau melimpahkan wewenang dengan baik, menaruh kepercayaan kepada bawahan.
5.      Gaya Otokrat: Sifatnya keras, diktatoris, mau menang sendiri, keras kepala, sombong.
6.      Gaya Benevolent otokrat : Sifatnya lancar, tertib, ahli dalam mengorganisir, besar rasa keterlibatan diri.
7.      Gaya Compromiser ( kompromis ): Sifatnya selalu berubah-ubah, selalu mengikuti angin tanpa pendirian, tidak mempunyai keputusan, berpandangan pendek dan sempit.
8.      Gaya Eksekutif : Sifatnya bermutu tinggi, dapat memberikan motivasi yang baik, berpandangan jauh, dan tekun.
5.   Kepemimpinan Pesantren
              Menurut konsep Islam, semua orang adalah pemimpin. Karena itu setiap orang harus mempertanggung jawabkan perbuatannya kepada sesame kepada Tuhan. Namun demikian, yang dimaksud pemimpin dalam tulisan ini bukanlah setiap warga masyarakat seperti ungkapan hadist tersebut, melainkan figure kyai, pengasuh pondok pesantren yang menjadi tokoh kunci pesantren (Sukamto,1999:21)
Akhir-akhir ini banyak kritik bermunculan bahwa pola kepemimpinan yang diterpkan di pesantren sering kali tidak mampu mengimbangi perkembangan atau progrevitas  pesantren itu sendiri. Dalam hal ini yang ditenggarai sebagai penyebab terjadinya degradasi dari kewibaan sang kyai di tengah perkembangan pesantren yang senantiasa di desak untuk senantiasa menyesuaikan dengan perkembangan zaman. Adanya kesenjangan pada ranah wibawa inilah yang pada akhirnya berakibat terganggunya perjalan pondok pesantren.
Kepemimpinan strategic pengasuh pesantren juga ditunjukan oleh kemampuannya menetapkan skala prioritas isu-isu strategis, dalam hal ini kyai sebagai pimpinan pesantren harus mampu memiliki visi pendidikan yang luas, pengetahuan tentang pengembangan mutu pendidikan serta aktif menyimak perkembangan global sehingga mampu mengidentifikasi kekuatan, kelemahan, peluang yang mungkin muncul.
Ada dua hal yang menyebabkan pola kepemimpinan pesantren mengalami kemunduran 1). Langgengnya watak kepemimpinan karismatik 2). Ketidakrelaam pihak keluarga pesantren menyerahkan kepemimpinan kepada orang lain.
Jika dilihat dari pola kepemimpinan yang menjadi obyek penelitian Mastuhu, setidaknya ada tiga model kepemimpinan kyai di pesantren, yaitu
1.    Kepemimpinan Tunggal dengan tetap meminta pertimbangan para pembantu Kyai contohnya Pesantren Sukorejo, Blok Agung dan Pacitan.
2.    Kepemimpinan kolektif , contohnya Pondo Pesantren Guluk-guluk dan Tebu Ireng
3.    Yayasan contohnya Gontor (Muthohar,2007103).

Seorang kyai, dengan segala kelebihan da kekurangannya sesempit apapun jangkauan pengaruhnya tetaplah merupakan  figure kharismatik setidaknya menurut Horikoshi. Eksisitensi kyai sangatlah diperhitungkan baik oleh pejabat pemerintah maupun masyarakat umum karena ia dianggap memiliki kelebihan yang tidak dimiliki orang lain, khususnya dalam hal kecakapan di bidang agama. Kyai di anggap sebagai pemangku otoritas khsusu dalam bidang keagamaan (Soebahar,2013:70)
Menghadapi era globalisasi, pesantren harus sebisa mungkin mengikuti perkembangan tersebut agar pesantren ttp di pilih oleh masyarakat luas.  Dan pembaharuan pesantren guna mengikuti zaman harus dalam segal aspeknya, seperti kepemimpinan, mamajemen bahak hal yang sifatnya Hardware dan software. Dalam era globalasi seperti sekarang, pesantren harus banyak menyerap informasi sehingga pesantren tetap mejadi well-informed tentang kejadian yang terjadi di dalam dan luar negeri. Kendati demikian, dalam era globalisasi seperti sekarang, pesantren sebagai garda terdepan pengamal dan pengawal ajaran dan akhlak islam tetap diefektifkan. Era globalisasi dengan aspek positif dan negatifnya harus di antisipasi oleh pesantren. Nilai-nilai yang positif dan baik sajalah yang tentunya diterima dan diadopsi oleh pesantren (ismail,2003:112)
              Kepemimpinan pondok pesantren umumnya bercorak alami. Baik pengembangan pesantren maupun proses pembinaan calon pimpinan yang akan menggantikan pimpinan yang ada, belum memiliki bentuk yang teratur dan menetap. Dalam beberapa hal, pembinaan dan pengembangan seperti itu dapat juga menghasilkan persambungan kepemimpinan yang baik, namun pada umumnya hasil sedemikian itu tidak tercapai. Akibatnya, sering kali terjadi penurunan kualita kepemimpinan dengan berlangsungnya pergantian pimpinan dari satu generasi ke generasi yang lain (Wahid,2010:179).
a.      Kepemimpinan Individual Kyai
            Telah jamak diketahui bahwa Kyai merupakan pembimbing para santri dalam segala hal. Pada posisi ini ia tak ubahnya seorang peneliti, penyaring, dan akhirnya seorang asismilator dari beragam budaya luar yang menginvasi pesantren. Oleh karena itu para santri itu nantinya, yakni setalh dia pulang kembali ke rumah juga akan mengambangkan beragam aspek budaya yang telah di imprimatur oleh kyai mereka, maka peranan kyai sebagai agen kebudayaan ( cultural agent) dengan sendirinya tidak bisa di pandang sebelah mata (Soebahar,2013:66).
            Posisi kyai yang serba menentukan itu akhirnya menentuka sebuah otoritas mutlak. Dalam pesantren Kyai adalah pemimpin tunggal yang memegang wewenang hampir mutlak, disini tidak ada yang lebih di hormati selain daripada Kyai. Beliau menjadi pusat kekuasaan tunggal yang mengendalikan sumber-sumber terutama pengetahuan dan wibawa, yang merupakan sandaran bagi para santrinya, dengan demikian, kedudukan Kyai adalah berkedudukan ganda, sebagai pengasuh sekaligus pemilik pesantren. Secara kultural kedudukan ini sama dengan kedudukan bangsawan feodal (Qomar, tt:31)
            Sosok Kyai adalah sebagai pemimpin kharismatik, ia berhasil merekrut masa dalam jumlah besar. Karisma cenderung memperkokoh bangunan otoritas tunggal yang bertentangan secara frontal dengan alam keterbukaan. Kepemimpinan individual kyai inilah yang sesungguhnya mewarnai relasi di kalangan pesantren dan telah berlangsung dalam rentang waktu yang lama sejak berdirinya pesantren pertama hingga sekarang dalam kebanyakan kasus. Lantaran kepmimpinan individual Kyai ini juga sehingga memperkokoh kesan bahwa pesantren adalah milik pribadi kyai, atau sebalinya pesantren tersebut milik pribadi kyai, maka kepemimpinan yang di jalankan adalah kepemimpinan individual.
            Kelemahan-kelemahan kepemimpinan individual kyai tersebut pernah di data Nurcholis Madjid dalam Qamar (tt:40), adalah sebagai berikut :
1)      Karisma. Pola kepemimpinan kharismatik sudah cukup menunjukan segi tidak demokrtisnya, sebab tidak rasional. Apabila jika disertai dengan tindakan-tindakan yang bertujuan memelihara charisma itu seperti ada jarak dan ketinggian dari para santri. Pola kepemimpinan seperti ini akan kehilangan kualitas demokratisnya.
2)      Personal. Karena kepemimpinan kyai adalah kharismatik maka dengan sendirinya juga bersifat pribadi atau personal.
3)      Religio-Feodalism. Seorang kyai selain menjadi pimpinan agama sekaligus merupakan traditional mobility dalam masyarakat feudal. Feodalisme yang terbungkus keagamaan ini apabila disalahgunakan jauh lebih berbahaya daripada feodalisme biasa.
4)      Kecakapan Teknis. Karena dasar kepemimpinan dalam pesantren seperti itu, maka faktor kecakapan teknis menjadi tidak begitu penting , kekurangan ini menjadi salah satu sebab pokok tertinggalnya pesantren dari perkembangan zaman.

b.      Kepemimpinan Kolektif Yayasan
              Akibat fatal dari kepemimpinan Individual Kyai tersebut menyadarkan sebagi besar pengasuh pesantren, Departemen Agama mereka menawarkan solusi yang terbaik guna menganggulangi meusibah kematian pesantren. Sekitar tahun 1978 Departemen Agama pernah menintrodusir bentuk yayasan sebagai badan hukum pesantren meskipun jauh sebelum dilaporkan , beberapa pesantren sudah menerapkannya. Pelembagaan semacam ini mendorong pesantren emnjadi organisasi impersonal, pembagian wewenang dalam tata laksana kepengurusan diatur secara fungsional, sehingga akhirnya semua itu harus diwadahi dan digerakan menurut aturan manajemen modern. (qomar, tt:44)
              Pengenalan terhadap yayasan ini merupakan solusi yang strategic, beban kyai menjadi ringan karena di tangni bersama sesuai dengan tugas masing-masing. Kyai juga tidak terlalu menanggung beban moral tentang kelanjutan pesantren di masa depan jika kaderisasi terhadap putranya berhasil, maka kader yang di bina ini akan tersalurkan meneruskan kepemimpinan orang tuanya dan ketika pengkaderan gagal tidak sampai
              Manajemen yang baik akan menyebabkan kepemimpinan yang dinamis, menurut Abdurrahman Wahid, kepemimpinan pesantren yang dinamis mampu menyuguhkan kerangka-kerangka teoritis dan filosofis bagi pembentukan pendidikan nasional yang relevan dengan kebutuhan di masa depan. Semangat demoktrisasi yang mulai mewarnai jalannya kepemimpinan di pesantren sudah barang tentu telah membawa dampak konstruktif. Terbukti, semakin banyak pesantren yang bersedia membuka diri untuk merespon berbagai macam inovasi di dunia pendidikan (soebahar, 2013:69)

Comments

Popular posts from this blog

PROSES INOVASI PENDIDIKAN

B. RUANG LINGKUP MANAJEMEN PESERTA DIDIK (Lanjutan)

HAKIKAT KOMUNIKASI