C. KEPEMIMPINAN (Lanjutan)
KEPEMIMPINAN
Written By. Zaini Hafidh
1.
Konsep Dasar Kepemimpinan
a.
Pengertian Kepemimpinan
Manusia
merupakan makhluk soisal ( al-kiyan al ijtima’I ) yang diciptakan untuk
berhubngan dengan satu sama lain, dalam mecapai tujuan hidupnya. Dalam
berhubungan dengan satu sama lain, diperlukan adanya seorang pemimpin yang
melaksanakan, memandu, dan membawa pekerjaan kea rah pencapain dari tujuan yang
dimaksudkan. Di antara jenis kepemimpinan adalah kepemimpinan pendidikan (Qiyadah
Tarbawiyyah atau Educative Leadership), karena keberhasilan pendidikan
dalam membina ummat dan berusaha membangkitkanya erat kaitannya dengan figure
kepemimpinan yang benar.
Kepemimpinan
berasal dari kata “memimpin” yang berarti menuntun, membimbing dan mengatur,
menunutun diri sendiri maupun orang lain, menentukan tujuan bersama serta
membimbing diri mereka sendiri ataupun orang lain untuk mencapai tujuan
tersebut (Sukmadi,2012:91)
Mendefinisikan kepemimpinan
sebagai usaha mengarahkan individu mempunyai makna bahwa pemimpin memerankan
fungsi penting sebagai pelopor dalam menetapkan struktur kelompoknya, keadaan
kelompoknya dan ideology kelompoknya, yang dapat di dekat dengan tiga cara
pandang ( Sukamto:1999:22)
Pertama, kepemimpinan dapat dipandang
sebagai kemempuan yang memelkat dalam diri individu, hal ini berarti aspek
tertentu dari seorang yang telah memberikan suatu penampilan berkuasa dan
menyebabkan orang lain menerima perintahnya sebagai sesuatu yang harus di
ikuti. Menurut Max Weber dalam Sukamto (1999), kepemimpinan yang bersumber dari
kepemimpinan luar biasa di sebut kepemimpinan kharismatik. Kepemimpinan ini
didasarkan pada identifikasi psikologis seseorang dengan orang lain. Bagi para
pengikut, pemimpin adalah harapan untuk suatu kehidupan yang lebih, dia adah
penyelamat dan pelindung.
Kedua, bentuk kepemimpinan terletak
bukan pada kekuasaan individu, melainkan
dalam jabatan individu. Menurut Max Weber kekuasaan yang bersandar pada tata
aturan di sebut Legal authority. Pola aturan aturan normative dan hak
memerintah dari pimpinan yang terpilih berdasarkan pola aturan yang sah.
Otoritas legal diwujudkan dalam organisasi birokratis, tanggung jawab pemimpin
dalam mengendalikan organisasi tidak ditentukan penampilan kepribadian
individu, melainkan dari prosedur aturan yang telah disepakati.
Ketiga,bentuk kepemimpinan tradisional
menurut Max Weber, adalah bahwa kepemimpinan bersumber pada kepercayaan yang
telah mapan terhadap kesakralan tradisi kuno, kedudukan pemimpinan ditentukan
oleh kebiasaan yang lama dilakukan oleh kelompok masyarakat, dalam menjalankan
tradisi.
Dalam bahasa
arab, kata yang sering di hubungkan dengan kepemimpinan adalah ra’in yang
di ambil dari Hadist Rasulluah SAW, Kullukum ra’in wa kullukum mas’ulun ‘an
ra’yatihi (setiap kamu adalah pemimpin dan setiap kamu bertanggung jawab
atas kepemimpinanmu). Ra’in asal katanya adalah gembala, seorang
pemimpin ibarat seorang penggembala yang harus membawa ternaknya ke padang
rumput dan menjaganya agar tidak diserang gembala ( Saefullah, 2012:149)
Hubungan pemimpin dan yang di
pimpin dalam sebuah orientasi budaya setidaknya memiliki hubungan kepemimpinan
model Patron-Client Relationship. Secara definitive James C. Scott dalam
Sukamto (1999:78) menjelaskan pola hubungan ini sebagai berikut :
“Hubungan timbal balik diantara dua orang
dapat diartikan sebagai sebuah kasus khusus yang melibatkan perkawanan secara
luas, dimana individu yang satu memiliki status sosial-ekonomis yang lebih
tinggi (patron), yang menggunakan pengaruh dan sumber yang dimilikinya untuk
memberikan perlindugan atau keuntungan-keuntungan kepada individu lain yang
memiliki status lebih rendah (klien), dalam hal ini klien mempunyai kewajiban
membalas dengan memberikan dukungan dan bantuan secara umum, termasuk
pelayanan-pelayanan pribadi kepada patron”
b.
Jenis-jenis kepemimpinan
Kemampuan mempengaruhi suatu kelompok
untuk mencapai tujuan sumber pengaruh dapat secara formal atau tidak formal.
Dengan demikian, seorang pemimpin sangat berpengaruh dan pengaruh pemimpin
sangat ditentukan oleh statusnya, yaitu sebagai pimpinan formal maupun
nonformal yang masing-masing di bedakan dalam hal :
1)
Pimpinan formal (lembaga eksekutif,legislatif,yudikatif),
artinya seseorang ditunjuk sebagai pemimpin atas dasar keputusan dan
pengangkatan resmi untuk memangku suatu jabatan dalam struktur organisasi
dengan segala hak dan kewajiban yang melekat berkaitan dengan posisinya,
seperti :
a.
Memiliki dasar legalitasnya
diperoleh dari penunjukan pihak yang berwenang, artinya memiliki legitimasi.
b.
Mendapat dukungan dari organisasi
formal maupun atasannya
c.
Memperoleh balas jasa/kompensasi
baik materil atau immaterial tertentu.
d.
Mendapatkan reward dan punishment
2)
Pimpinan nonformal (
tokoh masyarakat, pemuka agama, adat, LSM, guru, dll ), artinya seseorang yang
di tunjuk sebagai pemimpin secara tidak formal, karena memiliki kualitas
unggul, dia mencapai kedudukan sebagai seorang yang mampu mempengaruhi kondisi psikis
dan perilaku suatu kelompok tertentu, seperti :
a.
Sebagai tidak/belum memiliki acuan
formal atau legitimasi sebagai pimpinan
b.
Masa kepemimpinan nya sangat
tergantung pada pengakuan dari kelompok atau komunitasnya
c.
Tidak mendapatkan imbalan
d.
Tidak ada reward dan punishment (Rivai
dan Mulyadi, 2011:3)
c.
Teori Kepemimpinan
Berikut ini adalah beberapa teori tentang kepemimpinan yang
dirangkum oleh Kartini Kartono dari G.R. Terry.
1) Teori
otokratis dan pemimpin otokratis
Kepemimpinan dalam teori ini didasarkan atas perintah-perintah,
paksaan, dan tindakan-tindakan yang arbitrer (sebagai wasit). Ia
melakukan pengawasan yang ketat, agar semua pekerjaan berlangsung secara
efisien. Kepemimpinannya berorientasi pada stuktur organisasi dan tugas-tugas.
Pemimpin tersebut pada dasarnya selalu mau berperan sebagai pemain orkes
tunggal dan berambisi untuk merajai situasi. Karena itu, dia disebut otokrat
keras. Pada intinya otokrat keras itu memiliki sifat-sifat tepat,
seksama, sesuai dengan prinsip, namun keras dan kaku. Pemimpin tidak akan
pernah mendelegasikan otoritasnya. Lembaga atau organisasi yang dipimpinnya
merupakan a one-man show. Dengan keras ia menekankan
prinsip-prinsip “business is business”, “waktu adalah uang” untuk
bisa makan, orang harus bekerja keras, yang kita kejar adalah kemenangan
mutlak. Sikap dan prinsipnya sangaat konservatif. Pemimpin hanya akan
bersikap baik terhadap orang-orang yang patuh serta loyal dan sebaliknya, dia
akan bertindak keras dan kejam terhadap mereka yang membangkang.
2) Teori
psikologis
Teori ini menyatakan bahwa fungsi seorang pemimpin adalah
memunculkan dan mengembangkan sistem motivasi terbaik, untuk merangsang
kesediaan bekerja para pengikut dan anak buah. Pemimpin merangsang bawahan agar
mereka mau bekerja, guna mencapai sasaran-sasaran organisatoris dan untuk
memenuhi tujuan-tujuan pribadi. Oleh karena itu, pemimpin yang mampu memotivasi
orang lain akan sangat mementingkan aspek-aspek psikis manusia, seperti
pengakuan (recognizing), martabat, status sosial. Kepastian emosional,
memperhatikan keinginan dan kebutuhan pegawai, kegairahan kerja, minat, suasana
dan hati.
3) Teori
sosiologis
Kepemimpinan dianggap sebagai usaha-usaha untuk melancarkan
antarrelasi dalam organisasi dan sebagai usaha untuk menyelesaikan setiap konflik
organisatoris antara para pengikutnya. Agar tercapai kerja sama yang baik,
pemimpin menetapkan tujuan-tujuan, dengan menyertakan para pengikut dalam
pengambilan keputusan terakhir. Selanjutnya juga mengidentifikasi tujuan, dan
kerap kali memberikan petunjuk yang diperlukan bagi para pengikut untuk
melakukan setiap tindakan yang berkaitan dengan kepentingan kelompoknya.
4) Teori laissez
faire
Kepemimpinan laissez faire ditampilkan seorang tokoh “ketua
dewan” yang sebenarnya tidak mampu mengurus dan dia memyerahkan tanggung jawab
serta pekerjaan kepada bawahan atau kepada semua anggota. Pemimpin adalah
seorang “ketua” yang bertindak sebagai simbol. Pemimpin semacam ini biasanya
tidak memiliki keterampilan teknis.
5) Teori
kelakuan pribadi
Kepemimpinan jenis ini akan muncul berdasarkan kualitaskualitas
pribadi atau pola-pola kelakuan para
pemimpinnya. Teori ini menyatakan bahwa seorang pemimpin selalu berkelakuan
kurang lebih sama, yaitu tidak melakukan tindakan-tindakan yang identik sama
dalam setiap situasi yang dihadapi. Pemimpin dalam kategori ini harus mampu
mengambil langkah-langkah yang paling tepat untuk suatu masalah. Sedangkan
masalah sosial itu tidak akan pernah identik sama di dalam runtutuan waktu yang
berbeda.
6) Teori sifat
orang-orang besar
Cikal bakal seorang pemimpin dapat di prediksi dan dilihat dengan
melihat sifat, karakter dan perilaku orang-orang besar yang terbukti sudah
sukses dalam menjalankan kepemimpinannya. Sehingga ada beberapa ciri unggul
sebagai predisposisi yang diharapkan akan dimiliki oleh seorang
pemimpin, yaitu memiliki intelegensi tinggi, banyak inisiatif, energik, punya
kedewasaan emosional, memiliki daya persuasif dan keterampilan komunikatif,
memiliki kepercayaan diri, peka kreatif, mau memberikan partisipasi sosial yang
tinggi.
7) Teori
situasi
Teori situasi berpandangan bahwa munculnya seorang pemimpin
bersamaan masa pergolakan, kritis seperti revolusi, pemberontakan dan
lain-lain. Pada saat itulah akan muncul seorang pemimpin yang mampu mengatasi
persoalan-persoalan yang nyaris tidak dapat diselesaikan oleh orang-orang
biasa. Pemimpin semacam ini muncul sebagai penyelamat dan cocok untuk situasi
tertentu. Dalam bahasa lain biasa dikenal dengan “satrio peningit”, orang
pilihan atau “imam mahdi”
Tabel 2.2
Teori Munculnya Pemimpin
Teori Munculnya Pemimpin
|
||
Teori Genetis
|
Teori Sosial
|
Teori Ekologis
|
Pemimpin itu tidak dibuat,
tetapi lahir jadi pemimpin
oleh bakat-bakat yang luar
biasa sejak lahir.
Dia ditakdirkan lahir
menjadi pemimpin dalam
situasi dan kondisi
tertentu.
|
Pemimpin itu harus
disiapkan, dididik dan
dibentuk, tidak terlahir
begitu saja.
Setiap orang bisa menjadi
pemimpin, melalui usaha
penyiapan dan pendidikan,
serta didorong oleh
kemauan
sendiri.
|
Seorang akan sukses
menjadi pimpinan, bila
sejak lahirnya dia telah
memiliki bakat-bakat
kepemimpinan,dan bakatbakat
ini sempat
dikembangkan melalui
pengalaman dan usaha
pendidikan, juga sesui
dengan tuntutan
lingkungan
ekologisnya
|
d. Fungsi Kepemimpinan
Sehubungan
dengan luasnya kegiatan manusia modern pada zaman sekarang, dirasakan perlu
adanya pemimpin-pemimpin yang efektif dan baik pekertinya. Berkaitan dengan
masalag ini perlu bagi kita untuk memahami fungsi dan asas kepemimpinan.
Kartini Kartono
(2013:93-94) mengemukakan tentang bagaimana fungsi dan asas kepemimpinan itu ?
“Fungsi kepmimpinan adalah memandu, menuntun, membimbing,
membangun, member dan membangunkan motivasi kerja, mengemudikan organisasi,
menjalin jaringan-jaringan komunikasi yang baik, memberikan pengawasan yang
efektif dan membawa para pengikutnya kepada sasaran yang ingin dituju, sesuai
dengan ketentuan waktu perencanaan. Dalam tugas kepemimpinan tercakup pula
pemberian intensif sebagai motivasi untuk bekerja lebih giat. Intensif materil
dapat berupa uang, sekuritas fisik, jaminan sosial, jaminan kesehatan. Bonus
dan kondisi kerja yang baik serta juga dalam bentuk intensif sosial, berupa
promosi jabatan, status sosial tingi, martabat diri, prestise sosial, respek,
dan lain lain”
Menurut
Baharuddin dan Umiarso ( 2012: 438 ) secara operasional dapat dibedakan lima
fungsi pokok kepemimpinan, yaitu sebagai berikut:
a.
Fungsi Instruktif
Pemimpin
sebagai pengambilan keputusan berfungsi memerintahkan pelaksanaannya pada
orang-orang yang dipimpin. Pemimpin sebagai komunikator merupakan pihak yang
menentukan apa isi perintah, bagaimana cara mengerjakan perintah, kapan waktu
memulai, melaksanakan, dan melaporkan hasilnya, dan dimana tempat mengerjakan
perintah agar keputusan dapat diwujudkan secara efektif.
b.
Fungsi Konsultatif
Pemimpin kerap kali memerlukan bahan pertimbangan yang
mengharuskannya berkonsultasi dengan orang-orang yang dipimpinnya. Konsultasi
dapat pula dilakukan melalui arus sebaliknya, yakni dari orang yang dipimpin
kepada pemimpin yang menetapkan keputusan dan memerintahkan pelaksanaannya. Hal
demikian berarti fungsi ini berlangsung dan bersifat komunikasi dua arah,
meskipun pelaksanaannya sangat bergantung pada pihak pemimpin.
c.
Fungsi Partisipasi
Fungsi ini
berarti kesediaan pemimpin untuk tidak berpangku tangan pada saat- saat orang
yang di pimpin melaksanakan keputusannya. Pemimpin tidak boleh sekedar mampu
membuat keputusan dan memerintahkan pelaksanaannya, tetapi juga ikut dalam
proses pelaksanaannya, dalam batas-batas tidak menggeser dan mengganti petugas
yang bertanggung jawab melaksanakannya.
d.
Fungsi Delegasi
Fungsi ini
mengharuskan pemimpin memilah-milah tugas pokok organisasinya dan mengevalusi
yang dapat dan tidak dapat dilimpahkan kepada orang- orang yang dipercayainya.
Fungsi delegasi pada dasarnya berarti kepercayaan. Pemimpin harus bersedia dan
dapat mempercayai orang lain sesuai dengan posisi/ jabatannya.
e.
Fungsi Pengendalian
Pemimpin mampu
mengatur aktifitas anggotanya secara terarah dan dalam koordinasi yang efektif
sehingga memungkinkan tercapainya tujuan bersama secara maksimal.
Adapun tugas
utama pemimpin menurut Al-Mawardi (2000:23-25) ada sepuluh tugas :
1.
Melindungi
keutuhan agam sesuai dengan prinsip-prinsipnya yang establish dan ijma
generasi salaf. Jika muncul permbuat bid’ah, atau orang sesat yang membuat syubhat
tentang agama, ia menjelaskan hujjah kepadanya, menerangkan yang benar
kepadanya, dan menindaknya sesuai dengan hak-hak dan hukum yang berlaku, agar
agama tetepa terlindungi dari segala penyimpangan dan ummat terlindungi dari
segala penyesatan.
2.
Menerapkan
hukum kepada dua pihak yang berperkara, dan mengehntikan perseteruan diantara
dua pihak yang berselisih, agar keadilan menyebar secara merta, kemudian orang
tirani tidak sewenang-wenang, dan orang teraniaya tidak merasa lemah.
3.
Melindungi
wilayah begara dan tempat-temoat suci, agar manusia dapat leluasa bekerja,
bepergian ke tempat manapun dengan aman dari gangguan terhadap jiwa dan harta.
4.
Menegakan
supremasi hukum untuk melindungi larang Allah Ta’ala dari pelanggaran dan
perusakan terhadapnya
5.
Melindungi
daerah perbatasan dengan benteng yang kokoh, dan kekuatan yang tangguh hingga
musuh tidak mampu mendapatkan celah uuntuk menerobos masuk guna merusak
kehormatan atau menumpahkan darah orang muslim, atau orang yang bedamai dengan
orang muslim
6.
Memerangi
orang yang menentang islam setelah sebelumnya ia di dakwahi hingga masuk islam,
atau masuk dalam perundingan kaum muslimin agar hak Allah Ta’ala terealisi
yaitu kemenanganNya ata seluruh agama.
7.
Mengambil
Fai (harta yang didaptkan kaum muslimin tanpa pertempura) dan sedekah
sesuai dengan yang diwajibkan syariat secara tekstual atau ijtihad tanpa rasa
takut dan paksa.
8.
Menentukan
gaji, dan apa saja yang diperlukan dalam baitul mal tanpa berlebih lebihan,
kemudianmengeluarkannya tepat pada waktunya, tidak mempercepat atau menunda
pengeluarnnya.
9.
Mengangangkat
orang-ornag terlatih untuk menjalankan tugas dan orang-orang yang jujur untuk
mengurusi masalah keuangan, agar tugas-tugas ini dikerjakan oleh orang-orang
yang ahli dan keuangan dipegang oelh orang yang jujur
10.
Terjun
langsung menangani segala persoalan, dan menginspeksi keadaan, agar ia sendiri
yang memimpin ummat dan melindungi agama
1.
Tipe Kepemimpinan
Gaya/tipe artinya sikap, gerakan, tingkah laku, sikap yang elok,
gerak-gerik yang bagus, kekuatan, kesanggupan untuk berbuat baik. Berikut
adalah beberapa gaya/tipe kepemimpinan dalam Kartini Kartono (2013:80), antara
lain:
1) Tipe
kepemimpinan karismatik
Dalam kepemimpinan karismatik memiliki energi, daya tarik dan
pembawa yang luar biasa untuk mempengaruhi orang lain, sehingga ia mempunyai
pengikut yang sangat besar jumlahnya dan pengawalpengawal yang bisa dipercaya.
Sampai sekarang pun orang tidak mengetahui benar sebab-sebabnya mengapa
seseorang itu memiliki karisma besar. Dia dianggap mempunyai kekuatan ghaib (supernatural
power) dan kemampuan-kemampuan yang superhuman, yang diperolehnya
sebagai karunia Yang Maha Kuasa. Dia banyak memiliki inspirasi, keberanian, dan
berkeyakinan teguh pada pendirian sendiri. Totalitas kepribadian pemimpin itu
memancarkan pengaruh dan daya tarik yang teramat besar.
2) Tipe
kepemimpinan paternalistik
Yaitu tipe kepemimpinan kebapakan, dengan sifat-sifat amtara lain
sebagai berikut:
a) Menganggap bawahannya sebagai manusia yang tidak/belum dewasa,
atau anak anak sendiri yang perlu dikembangkan.
b) Bersikap terlalu melindungi.
c) Jarang memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengambil
keputusan sendiri.
d) Hamper-hampir tidak pernah memberikan kesempatan kepada bawahan
untuk berinisiatif.
e) Tidak memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengembangkan
imajinasi dan kreativitasnya.
f) Selalu bersikap maha-tahu dan maha benar.
3) Tipe
kepemimpinan otoriter
Kepemimpinan ini mendasarkan diri pada kekuasaan dan paksaan yang
mutlak dan harus dipenuhi. Pemimpin selalu mau berperan sebagai pemain tunggal.
Pada a one-man show, dia sangat berambisi untuk merajai situasi. Setiap
perintah dan kebijakan ditetapkan tanpa berkonsultasi dengan bawahannya. Anak
buah tidak pernah diberi informasi mendetail mengenai rencana dan tindakan yang
harus dilakukan. Semua pujian dan kritik terhadap segenap anak buah diberikan
atas pertimbangan pribadi pemimpin sendiri.
4) Tipe
kepemimpinan demokratis
Kepemimpinan demokratis berorientasi pada manusia, dan memberikan
bimbingan yang efisien kepada para pengikutnya. Terdapat koordinasi pekerjaan
pada semua bawahan, dengan penekanan pada rasa tanggung jawab internal (pada
diri sendiri) dan kerja sama yang baik. Kekuatan kepemimpinan demokratis ini
bukan terletak pada “person atau individu pemimpin”, tetapi kekuatan justru
terletak pada partisipasi aktif dari setiap kelompok. Kepemimpinan demokratis
menghargai potensi setiap individu dan mendengarkan nasihat dan sugesti
bawahan. Juga bersedia mengakui keahlian para spesialis dengan bidangnya
masing-masing, mampu memanfaatkan kapasitas setiap anggota seefektif mungkin
pada saat-saat dan kondisi yang tepat. Kepemimpinan demokratis sering disebut
sebagai kepemimpinan group developer.
5)
Tipe Kepemimpinan Militeristis
Tipe ini sok
kemiliter-militeran, hanya gaya luaran saja yang mencontoh gaya militer. Tetapi
jika dilihat seksama, tipe ini mirip sekali dengan tipe otoriter. Adapun
sifat-sifat pemimpin militeristis antara lain :
a). lebih banyak menggunakan sistem perintah/komando terhadap
bawahannya keras sangat otoriter kaku dan seringkali kurang bijaksana
b).
Menghendaki kepatuhan mutlak dari bawahan
c). Tidak menghendaki saran, usul, sugesti, dan kritikan-kritikan
dari bawahan.
6).
Tipe Kepemimpinan Populistis
Profesor Peter
Worsley dalam bukunya The Third World mendefinisikan kepemimpinan populistis
sebagai kepmimpinan yang dapat membangunkan solidaritas rakyat. Kepemimpinan
ini berpegang teguh pada nilai-nilai masyarakat yang tradisional.
7).
Kepemimpinan Administratif atau Eksekutif
Kepemimpinan
tipe Administratif adalah krpmimpinan yang mampu menyelenggarakan tugas-tugas
administrasi secara efektif. Dengan demikian dapat dibangun serta Administrasi
dan birokrasi yang efisien untuk memerintah yaitu untuk memantapkan integritas
bangsa pada khususnya dan usaha pembangunan pada umumnya.
Sukmadi
(2012:106) mengemukakan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi kepribadian
dalam kepemimpinan seseorang :Jenis kelamin, usia, fisik, mental, dan pikiran,
pendidikan, kematangan latar belakang kehidupan.
2.
Model Kepemimpinan
Kepemimpinan
yang relevan dengan perkembangna zaman adalah kepemimpinan yang memiliki visi
yaitu kepemimpinan yang kerja pokoknya difokuskan pada rekayasa masa depan yang
peuh dengan halangan dan tantangan dan menjadi agen perubahanyang unggul.
1.
Kepemimpinan Visioner
Visionary
Leadership didasarkan
pada tuntutan perubahan zaman yang meminta dikembangkanya secara intensif peran
pendidikan dalam menciptakan suber daya manusia yang handal bagi pembangunan,
sehingga orientasi visi diarahkan pada mewujudkan nilai comparative dan
kompetitif peserta didik sebagai pusat perbaikan dan pengembangan sekolah.
Agar menjadi
pemimpin yangh visioner, maka seseorang harus : Memahami Konsep Visi, memahami
Konsep dan unsure visi, memahami tujuan visi. Langkah-langkah menjadi Visionary
Leadeship : Penciptaan Visi, Perumusan Visi, Transformasi Visi,
Implementasi Visi.
Seorang
pemimpin harus memiliki pandangan dan konsep tentang : 1). Bagaimana merekayasa
masa depan untuk menciptakan pendidikan yang produktif, 2). Menjadikan dirinya
sebagai agen perubahan, 3). Memposisikan sebagai penentu arah organisasi, 4).
Pelatih atau pembimbing yang professional, 5). Mampu menampilkan kekuatan
pengetahuan berdasarkan pengalaman professional dan pendidikannya, dengan
didukung oleh cirri khas budaya kerja dalam mencapai tujuan yang ditetapkan
dalam visi dan dijabarkan dalam misi, dapat dikatakan sebagai kepmimpinan yang
visioner.
2.
Kepemimpinan Transformasional.
a)
Definisi Kepemimpinan Transformasional
Burns (1978)
mengemukakan bahwa model kepemimpinan
seperti ini mampu membawa kesadaran para pengikut dengan memunculkan ide-ide
produktif, edukasional dan cita-cita bersama. Pemimpin denga kepemimpinan
transformasional dalam kepemimpinan yang memilki visi ke depan mentransformasi
perubahan tersebut ke dalam organisasi.
Pemimpin
transformasional sesungguhnya merupakan agen perubahan, karena memang erat
kaitannya dengan transformasi yang terjadi dalam suatu organisasi. Fungsi
utamanya adalah berperan sebagai katalis perubahan, bukannya sebagai pengontrol
perubahan. Seorang pemimpin transformative memiliki visi yang jelas, memiliki
gambaran holistic tentang bagaimana organisasi masa depan ketika semua tujuan
dan sasarannya telah tercapai.
b)
Dimensi-dimensi kepemimpinan Transformasional
Bass dan Avolio
(1994) mengusulkan empat dimensi dalam kadar kepemimpinan seseorang dengan
Konsep 4I, yang artinya :
a.
“ I “ pertama adalah Idealized influence
b.
“ I “ kedua adalah Inspirational Motivation
c.
“ I “ ketiga adalah Intelectual Simulation
d.
“ I “ ke empat adalah Individualized consideration.
3.
Kepemimpinan Situasional
Suatu
pendekatan terhadap kepemimpinan yang menyatakan bahwa semua kepmimpinan
tergantung kepada keadaan atau situasi. Dalam menerapkan kepemimpinan
situasional, manajer harus didasarkan pada hasil analisis terhadap situasi yang
dihadapi anggota yang dipimpinnya.
a.
Model Kepemimpinan Kontingensi (Suatu pemutakhiran terhadap model
kepemimpinan Fred E. Fiedler)
Model ini
mengemukakan tiga variable utama yang menentukan suatu situasi yang
menguntungkan dan tidak menguntungkan bagi pemimpin yaitu :
1.
Hubungan antara pemimpin dengan anggota kelompok
2.
Derajat struktur tugas yang ditugaskan kepada kelompok untuk
disamakan
3.
Kedudukan, kewenangan pemimpin berdasarkan kewenangan formal
sendiri.
Kesimpulan dari
kepemimpinan kontingensi dari Fiedler adalah perilaku kepmimpinan yang efektif,
tidak berpola pada salah satu gaya tertentu, melainkan dimulai dengan
mempelajari situasi tertentu pada saat tertentu.
b.
Kepemimpinan Situasional menurut Hersey dan Blanchard
Model ini
berdasarkan pada pemikiran bahwa kemampuan diagnostic bagi pemimpin tidak bisa
di abaikan. Apabila kemampuan motif serta kebutuhan bawahan sangat bervariasi
seorang pemimpin harus mempunyai kepekaan dan kemampuan mendiagnosa agar mamou
membaca dan menerima perbedaan itu. Kebutuhan yang berbeda pada anak buah
menyebabkan mereka harus diperlukan berbeda pula, walaupun banyak praktisi yang
menganggap tidak praktis kalau dalam mengambil keputusan harus lebih
mempertimbangkan setiap variable.
“Konsep ini
menjelaskan hubungan antara perilaku kepemimpinan yang efektif dengan tingkat
kematangan anggota kelompok atau pengikutnya. Teori menekankan hubungan
pemimpin dengan anggita sehingga tercipta kepmimpinan yang efektif, karena anggota
dapat menentukan keanggotaan peribadi yang dimiliki pemimpin. ( Rivai dan
Mulyadi,2011:48)”
4.
Gaya Kepemimpinan
Pemimpin itu memiliki sifat, kebiasaan dan tempramen serta
kepribadian yang khas yang berbeda dengan orang lain. Gaya atau style hidupnya
ini pasti akan mewarnai perilaku dan tipe kepemimpinannya (kartono,2005:34)
Menurut Kartini Kartono ( 2005: 35 ) ada delapan macam gaya
kepemimpinan, yaitu sebagai berikut:
1. Gaya Diserter (pembelot):
Sifatnya bermoral rendah, tidah memiliki keterlibatan, tanpa pengabdian, tanpa
loyalitas dan ketaatan, sukar diramalkan.
2. Gaya Birokrat: Sifatnya correct, kaku, patuh pada peraturan dan
norma-norma, ia adalah manusia organisasi yang tepat, cermat, berdisiplin dan
keras.
3. Gaya Misionaris ( Missionary ): Sifatnya
terbuka, penolong, lembut hati, ramah-tamah.
4. Gaya Developer (
pembangun ): Sifatnya kreatif, dinamis, invatif, memberikan atau melimpahkan
wewenang dengan baik, menaruh kepercayaan kepada bawahan.
5. Gaya Otokrat: Sifatnya
keras, diktatoris, mau menang sendiri, keras kepala, sombong.
6. Gaya Benevolent otokrat :
Sifatnya lancar, tertib, ahli dalam mengorganisir, besar rasa keterlibatan
diri.
7. Gaya Compromiser (
kompromis ): Sifatnya selalu berubah-ubah, selalu mengikuti angin tanpa
pendirian, tidak mempunyai keputusan, berpandangan pendek dan sempit.
8. Gaya Eksekutif : Sifatnya
bermutu tinggi, dapat memberikan motivasi yang baik, berpandangan jauh, dan
tekun.
5.
Kepemimpinan Pesantren
Menurut konsep
Islam, semua orang adalah pemimpin. Karena itu setiap orang harus
mempertanggung jawabkan perbuatannya kepada sesame kepada Tuhan. Namun
demikian, yang dimaksud pemimpin dalam tulisan ini bukanlah setiap warga
masyarakat seperti ungkapan hadist tersebut, melainkan figure kyai, pengasuh
pondok pesantren yang menjadi tokoh kunci pesantren (Sukamto,1999:21)
Akhir-akhir ini
banyak kritik bermunculan bahwa pola kepemimpinan yang diterpkan di pesantren
sering kali tidak mampu mengimbangi perkembangan atau progrevitas pesantren itu sendiri. Dalam hal ini yang
ditenggarai sebagai penyebab terjadinya degradasi dari kewibaan sang kyai di
tengah perkembangan pesantren yang senantiasa di desak untuk senantiasa
menyesuaikan dengan perkembangan zaman. Adanya kesenjangan pada ranah wibawa
inilah yang pada akhirnya berakibat terganggunya perjalan pondok pesantren.
Kepemimpinan strategic
pengasuh pesantren juga ditunjukan oleh kemampuannya menetapkan skala prioritas
isu-isu strategis, dalam hal ini kyai sebagai pimpinan pesantren harus mampu
memiliki visi pendidikan yang luas, pengetahuan tentang pengembangan mutu pendidikan
serta aktif menyimak perkembangan global sehingga mampu mengidentifikasi
kekuatan, kelemahan, peluang yang mungkin muncul.
Ada dua hal
yang menyebabkan pola kepemimpinan pesantren mengalami kemunduran 1).
Langgengnya watak kepemimpinan karismatik 2). Ketidakrelaam pihak keluarga
pesantren menyerahkan kepemimpinan kepada orang lain.
Jika dilihat
dari pola kepemimpinan yang menjadi obyek penelitian Mastuhu, setidaknya ada
tiga model kepemimpinan kyai di pesantren, yaitu
1.
Kepemimpinan
Tunggal dengan tetap meminta pertimbangan para pembantu Kyai contohnya
Pesantren Sukorejo, Blok Agung dan Pacitan.
2.
Kepemimpinan
kolektif , contohnya Pondo Pesantren Guluk-guluk dan Tebu Ireng
3.
Yayasan
contohnya Gontor (Muthohar,2007103).
Seorang kyai,
dengan segala kelebihan da kekurangannya sesempit apapun jangkauan pengaruhnya
tetaplah merupakan figure kharismatik
setidaknya menurut Horikoshi. Eksisitensi kyai sangatlah diperhitungkan baik
oleh pejabat pemerintah maupun masyarakat umum karena ia dianggap memiliki
kelebihan yang tidak dimiliki orang lain, khususnya dalam hal kecakapan di
bidang agama. Kyai di anggap sebagai pemangku otoritas khsusu dalam bidang
keagamaan (Soebahar,2013:70)
Menghadapi era
globalisasi, pesantren harus sebisa mungkin mengikuti perkembangan tersebut
agar pesantren ttp di pilih oleh masyarakat luas. Dan pembaharuan pesantren guna mengikuti
zaman harus dalam segal aspeknya, seperti kepemimpinan, mamajemen bahak hal
yang sifatnya Hardware dan software. Dalam era globalasi seperti sekarang,
pesantren harus banyak menyerap informasi sehingga pesantren tetap mejadi well-informed
tentang kejadian yang terjadi di dalam dan luar negeri. Kendati demikian, dalam
era globalisasi seperti sekarang, pesantren sebagai garda terdepan pengamal dan
pengawal ajaran dan akhlak islam tetap diefektifkan. Era globalisasi dengan
aspek positif dan negatifnya harus di antisipasi oleh pesantren. Nilai-nilai
yang positif dan baik sajalah yang tentunya diterima dan diadopsi oleh
pesantren (ismail,2003:112)
Kepemimpinan
pondok pesantren umumnya bercorak alami. Baik pengembangan pesantren maupun
proses pembinaan calon pimpinan yang akan menggantikan pimpinan yang ada, belum
memiliki bentuk yang teratur dan menetap. Dalam beberapa hal, pembinaan dan
pengembangan seperti itu dapat juga menghasilkan persambungan kepemimpinan yang
baik, namun pada umumnya hasil sedemikian itu tidak tercapai. Akibatnya, sering
kali terjadi penurunan kualita kepemimpinan dengan berlangsungnya pergantian
pimpinan dari satu generasi ke generasi yang lain (Wahid,2010:179).
a.
Kepemimpinan Individual Kyai
Telah jamak diketahui bahwa Kyai
merupakan pembimbing para santri dalam segala hal. Pada posisi ini ia tak
ubahnya seorang peneliti, penyaring, dan akhirnya seorang asismilator dari
beragam budaya luar yang menginvasi pesantren. Oleh karena itu para santri itu
nantinya, yakni setalh dia pulang kembali ke rumah juga akan mengambangkan
beragam aspek budaya yang telah di imprimatur oleh kyai mereka, maka peranan
kyai sebagai agen kebudayaan ( cultural agent) dengan sendirinya tidak bisa di
pandang sebelah mata (Soebahar,2013:66).
Posisi kyai yang serba menentukan
itu akhirnya menentuka sebuah otoritas mutlak. Dalam pesantren Kyai adalah
pemimpin tunggal yang memegang wewenang hampir mutlak, disini tidak ada yang
lebih di hormati selain daripada Kyai. Beliau menjadi pusat kekuasaan tunggal
yang mengendalikan sumber-sumber terutama pengetahuan dan wibawa, yang
merupakan sandaran bagi para santrinya, dengan demikian, kedudukan Kyai adalah
berkedudukan ganda, sebagai pengasuh sekaligus pemilik pesantren. Secara kultural
kedudukan ini sama dengan kedudukan bangsawan feodal (Qomar, tt:31)
Sosok Kyai adalah sebagai pemimpin
kharismatik, ia berhasil merekrut masa dalam jumlah besar. Karisma cenderung
memperkokoh bangunan otoritas tunggal yang bertentangan secara frontal dengan
alam keterbukaan. Kepemimpinan individual kyai inilah yang sesungguhnya
mewarnai relasi di kalangan pesantren dan telah berlangsung dalam rentang waktu
yang lama sejak berdirinya pesantren pertama hingga sekarang dalam kebanyakan
kasus. Lantaran kepmimpinan individual Kyai ini juga sehingga memperkokoh kesan
bahwa pesantren adalah milik pribadi kyai, atau sebalinya pesantren tersebut
milik pribadi kyai, maka kepemimpinan yang di jalankan adalah kepemimpinan
individual.
Kelemahan-kelemahan kepemimpinan
individual kyai tersebut pernah di data Nurcholis Madjid dalam Qamar (tt:40),
adalah sebagai berikut :
1)
Karisma.
Pola kepemimpinan kharismatik sudah cukup menunjukan segi tidak demokrtisnya,
sebab tidak rasional. Apabila jika disertai dengan tindakan-tindakan yang
bertujuan memelihara charisma itu seperti ada jarak dan ketinggian dari para
santri. Pola kepemimpinan seperti ini akan kehilangan kualitas demokratisnya.
2)
Personal. Karena kepemimpinan kyai adalah kharismatik maka dengan
sendirinya juga bersifat pribadi atau personal.
3)
Religio-Feodalism. Seorang kyai selain menjadi pimpinan agama sekaligus merupakan traditional
mobility dalam masyarakat feudal. Feodalisme yang terbungkus keagamaan ini
apabila disalahgunakan jauh lebih berbahaya daripada feodalisme biasa.
4)
Kecakapan
Teknis. Karena dasar kepemimpinan dalam pesantren seperti itu, maka faktor
kecakapan teknis menjadi tidak begitu penting , kekurangan ini menjadi salah
satu sebab pokok tertinggalnya pesantren dari perkembangan zaman.
b.
Kepemimpinan Kolektif Yayasan
Akibat fatal dari kepemimpinan
Individual Kyai tersebut menyadarkan sebagi besar pengasuh pesantren,
Departemen Agama mereka menawarkan solusi yang terbaik guna menganggulangi
meusibah kematian pesantren. Sekitar tahun 1978 Departemen Agama pernah
menintrodusir bentuk yayasan sebagai badan hukum pesantren meskipun jauh
sebelum dilaporkan , beberapa pesantren sudah menerapkannya. Pelembagaan
semacam ini mendorong pesantren emnjadi organisasi impersonal, pembagian
wewenang dalam tata laksana kepengurusan diatur secara fungsional, sehingga
akhirnya semua itu harus diwadahi dan digerakan menurut aturan manajemen
modern. (qomar, tt:44)
Pengenalan terhadap yayasan ini
merupakan solusi yang strategic, beban kyai menjadi ringan karena di tangni
bersama sesuai dengan tugas masing-masing. Kyai juga tidak terlalu menanggung
beban moral tentang kelanjutan pesantren di masa depan jika kaderisasi terhadap
putranya berhasil, maka kader yang di bina ini akan tersalurkan meneruskan
kepemimpinan orang tuanya dan ketika pengkaderan gagal tidak sampai
Manajemen yang baik akan
menyebabkan kepemimpinan yang dinamis, menurut Abdurrahman Wahid, kepemimpinan
pesantren yang dinamis mampu menyuguhkan kerangka-kerangka teoritis dan
filosofis bagi pembentukan pendidikan nasional yang relevan dengan kebutuhan di
masa depan. Semangat demoktrisasi yang mulai mewarnai jalannya kepemimpinan di
pesantren sudah barang tentu telah membawa dampak konstruktif. Terbukti,
semakin banyak pesantren yang bersedia membuka diri untuk merespon berbagai
macam inovasi di dunia pendidikan (soebahar, 2013:69)
Comments
Post a Comment